Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Pedalaman

22 November 2019   20:07 Diperbarui: 22 November 2019   20:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya percaya bahwa Tuhan menganugerahkan satu hari baru kepada anda dan saya dengan sebuah maksud. Untuk saya, saya memulai hari tersebut dengan doa dan mengakhiri hari saya dengan doa. Hal ini adalah hal yang tidak bisa dinegosiasikan. Doa adalah kunci untuk memenuhi misi Kristus dan Gerejanya sebagai seorang imam, dan setiap imam membuat komitmen untuk berdoa harian, yang merupakan doa kuno Gereja yang berdoa lima kali sepanjang hari.  Selain doa-doa harian, seorang imam harus berakar dalam doanya sendiri, yang merupakan bahan bakar untuk hubungan pribadi seseorang dengan Tuhan.

Doa, tentu saja merupakan fondasi Spiritual, tetapi di luar doa, ada kebutuhan untuk bekerja di kebun anggur Tuhan, yaitu untuk melakukan pelayanan. Pelayanan ini yang sering kita sebut aspek Pastoral. Setelah saya memulai hari saya dengan doa, saya kemudian membersihkan rumah, menulis, menginput data babtis, atau bertemu dengan siapa pun yang berkunjung. Saya kemudian merancang hal apa yang bisa saya buat besok, dan kemudian memasak. Di hari-hari tertentu saya mengunjungi rumah umat atau membersihkan kebun kecil di pekarangan bersama beberapa anggota umat yang lain. Perayaan Ekaristi harian dirayakan ada pagi atau sore hari, di pastoran tempat tinggalku, susteran, atau bersama anak-anak sekolah di Gereja.  

Di malam hari, setelah melaksanakan semua aspek pelayanan yang harus dihadiri seorang imam, saya meluangkan waktu untuk rekreasi pribadi atau bersama-sama anggota rumah lainnya,  yang kita simpulkan dalam aspek Manusia. Kadang-kadang ini berupa kunjungan tetangga jika mereka ada di rumah, main kartu, bernyanyi atau menonton film bersama-sama karena fasilitas ini hanya ada di tempat tinggal saya. Intinya, apa pun masalahnya, saya mencoba menyesuaikan waktu untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

Akhirnya, area kehidupan seorang imam yang seringkali paling sulit untuk diluangkan waktu tetapi juga yang paling berhasil adalah aspek Akademik. Saya mencoba untuk membaca buku atau majalah dengan berbagai topik, baik tentang topik teologis atau topik spiritual atau peristiwa dunia. Saya juga berusaha berlatih menulis dan membagikannya kepada orang lain, dengan harapan bisa menginspirasi banyak anak muda.

Percayalah, tidak ada hari yang sama.

Apa yang 

Saya percaya bahwa semua tempat, entah di kota besar atau di pedalaman terpencil di manapun, memiliki tantangan yang unik dan berbeda. Misalnya ada teman saya yang berasal dari India, harus berhadapan dengan realitas kemiskinan atau isu-isu tentang kasta dan kesetaraan gender. Ada juga teman saya dari salah satu negara di Afrika yang pernah berceritera bahwa di tempatnya bekerja, dia harus berjalan kaki beberapa hari di padang pasir untuk mengunjungi umat yang ia layani. Atau ada juga kisah lain dimana para pastor di beberapa keuskupan di Afrika hanya diberi uang saku sangat kecil, setara kurang dari dua puluh ribu rupiah dalam sebulan. Bahkan tantangan  pun ada di antara para imam di  gereja-gereja  di benua Eropa atau di tempat lain. Puji Tuhan, bahwa di dalam keterbatasan seperti ini pun, mereka tetap setia dalam melayani Tuhan dan umat beriman dengan sukacita. 

Tentu saja, tidak setiap hari kita dapat berjumpa dengan kegembiraan, dan tidak setiap saat pula kesulitan itu datang. Hal penting yang dapat kita lakukan adalah menyadari dengan penuh syukur bahwa kasih Tuhan itu ada di mana-mana. Akan tetapi dibutuhkan kerendahan hati untuk tetap teguh dalam menghadapi segala sesuatu dan tetap setia di tempat dimana kita diutus. Dengan cara ini, kita akan semakin membumi, menjadi saudara di tempat di mana kita layani. 

Saya percaya inilah cara Allah memperkaya diri saya. Saya justru 'disekolahkan' Tuhan di tengah umat yang polos dan sederhana, yang tinggal di pendalaman. Saya pun selalu bersyukur untuk pengalaman berharga ini.  Jadi, jangan takut belajar dari pedalaman, bro dan sis, karena pedalaman bukan tempat pembuangan, tetapi tempat penuh rahmat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun