Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Albertus dan Seekor Anjing

16 November 2019   22:56 Diperbarui: 16 November 2019   23:12 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Kalian pastor-pastor Indonesia ini sombong sekali. Kalian tidak bisa makan anjing sedikit, kah?. Saya tahu bahwa hanya pastor bule-bule yang tidak makan anjing. Anak pater kau bukan bule....Kamu terlalu!!, teriaknya sambil bergegas menuju ke perumahan guru yang lain.


Melihat tingkahnya sore itu, kami tidak bisa berhenti tertawa. Saya dibilang keterlaluan karena tidak membeli anjingnya. Beberapa anak muda menambahkan, "tidak usah dipikirkan, pater. Sejak semalam Albertus minum dengan beberapa orang tua di kampungnya. Mereka kecewa karena dana desa belum juga cair, sehingga dia agak stres". 

"tapi dia kan harus pulang karena anaknya ulang tahun?", tanyaku sambil tertawa. 

"Tidak ada yang ulang tahun. Itu buat beli miras, pater", canda seorang anak muda sambil tertawa.
 
Selang dua minggu kemudian, saya memilih duduk santai di teras pastoran yang menghadap ke arah pantai. Kulihat dari jauh seorang bapak berjalan sambil menenteng sebuah kantong. Setelah dia agak mendekat, saya pun tertawa terbahak-bahak. Rupanya ada Albertus datang dan membawakan hadiah sagu untuk saya. 


"Ah..anak pater..jangan ketawa saya. Minta maaf hari itu saya bingung dan takut anjingnya tidak laku. Jangan marah...saya juga sedikit mabuk", kata Bapak Albertus sambil tertawa.
"Tidak apa-apa bapa... saya yakin bapa pasti datang kembali. Lain kali kalau jualan tidak laku jangan mengamuk ya", kata saya. 

Tidak untuk memaksakan kehendak, bro...

Dalam hidup kita sehari-sehari seringkali kita berjumpa dengan kata memaksa dan dipaksa. 

Dalam https://kbbi.web.id/paksa, kata memaksa berhubungan erat dengan mendesakkan sesuatu kepada; memaksa orang agar mau menerima: kita tidak boleh ~ kehendak kita kepada orang lain; 2 berbuat melebihi batas kenyataan yang sebenarnya: jika tidak mampu, Anda jangan ~ diri. Dalam posisi memaksa, kita sebenarnya sedang memainkan peran sebagai seorang pencuri otonomi dan kendali dalam diri seseorang. 

Dari arti dan kisah unik bersama Albertus diatas pun mengajarkan saya untuk tidak ngotot memaksakan kehendak kepada orang lain. 

Interaksi dalam kondisi terpaksa pun, tetap membutuhkan seni komunikasi dari pihak kita, selaku orang yang tidak mabuk, agar nilai-nilai yang kita usung dapat tersampaikan dengan baik. Dalam posisi seperti ini pun, sangatlah diutamakan untuk memahami posisi orang lain. 

Dalam tugas pastoral, terkadang saya lebih mementingkan apa yang saya pikirkan ketimbang yang dipikirkan oleh umat beriman. Saya cenderung memikirkan struktur, target, dan hasil yang memuaskan, lalu melupakan bahwa saya sedang berhadapan dengan umat manusia, bukan konsep-konsep diatas kertas yang harus direalisasikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun