Mohon tunggu...
Martino
Martino Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Freelance Writer

Gemar Menulis, Penimba Ilmu, Pelaku Proses, Penikmat Hasil

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Menafsir Polemik Laporan TPF Munir

27 November 2016   21:00 Diperbarui: 7 September 2019   00:04 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun Setneg dinilai banyak pihak cukup mengetahui karena bagian dari ketugasannya adalah menyelenggarakan teknis dan administrasi kearsipan lembaga kepresidenan. Termasuk ketika turut berperan dalam kegiatan penyerahan secara resmi hasil penyelidikan TPF kepada Presiden 24 Juni 2005 silam.

Arsip Anomali

Lantas mengapa arsip laporan penyelidikan TPF begitu samar dan tidak terlacak? Kaburnya jejak arsip hasil penyelidikan TPF Munir membuka kembali ingatan atas rekam jejak perlakuan organ negara terhadap arsip-arsip yang erat kaitannya dengan isu HAM. Dejavu terhadap laporan-laporan penyelidikan kasus pelanggaran HAM yang mengendap dan tak terdengar ditelinga publik.

Lihat berbagai laporan penyelidikan pro justisia yang dilakukan Komnas HAM tentang dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa Tanjung Priok (1984) , Talangsari (1989), Timor Timur (1999), Penculikan dan Penghilangan Paksa (1997-1998), Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II serta Tragedi Mei 1998. Semuanya telah diserahkan pada pemerintah, namun hingga kini seluruh informasi kasusnya di “peti es”-kan. Negara seolah memilih permasalahan HAM berskala nasional bukan menjadi bagian memori kolektif yang seharusnya direkam, namun cenderung dibisukan seiring sumirnya penegakan hukum atas kasus pelanggaran HAM.

Meskipun ada perdebatan unsur pelanggaran HAM pada kasus Munir, namun perkara ini telah diputuskan sebagai pidana umum kasus pembunuhan. Kembali pada konteks polemik raibnya laporan hasil TPF, kapasitas Munir sebagai aktivis HAM seperti berkorelasi dengan perlakuan laporan tersebut ketika berada ditangan pemerintah. Jika membaca urgensi informasi dokumen TPF dan merekonstruksi kondisi pasca penyelidikan, arsip tersebut diperlakukan secara klasifikasi keamanan dan akses setingkat rahasia.

Atas pertimbangan itu, komunikasi dokumen penyelidikan TPF dari presiden kepada lembaga negara terkait tidak melalui proses administratif hirarkis antara the strategic apex dan the middle line yang lazim dalam organisasi birokrasi. Proses ini dilakukan langsung oleh Presiden kepada pimpinan lembaga negara terkait (person to person) untuk diketahui dan ditindaklanjuti.

Pada fase ini tahapan pengadministrasian umum ketika arsip dikomunikasikan melalui alur registrasi, transmisi dan disposisi, tidak terjadi. Sehingga berpotensi besar luput terkelola dalam manajemen kearsipannya.

Berdasarkan alur ini, maka ketika beberapa institusi terkait mengklaim tidak pernah memiliki dan mengelola laporan penyelidikan TPF berdasar pada register surat masuk maupun daftar arsip di lingkungannya, hal ini tidak menjamin bahwa dokumen tersebut pada masanya tidak pernah berada pada institusi tersebut.

Meski ada mandat untuk dibuka pada publik, arsip hasil penyelidikan TPF dikelola oleh pimpinan lembaga negara terkait sebagai rekaman informasi ‘kelas satu’.

Sayangnya fakta menunjukan mayoritas pejabat negara dan institusi yang dipimpinnya acapkali menafikan arti penting tata kelola kearsipan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan. Sehingga arsip tersebut terancam tidak terkelola dengan baik.

Apalagi jika melihat kembali penyelenggaraan kearsipan nasional yang pada masa itu belum memiliki kerangka implementasi komprehensif ketika masih bersandar pada UU No.7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kearsipan sebelum lahirnya UU No.43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun