Ruang Publik bagi Kualitas Hidup Masyarakat
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena menarik yang menggambarkan tingginya kebutuhan ruang publik di perkotaan. Antusiasme kehadiran masyarakat pada ruang publik temporer yang diciptakan dari rekayasa lingkungan seperti Car Free Day dan Street Festival sangat tinggi. Ruang-ruang publik temporer tersebut menjadi sarana penyaluran interaksi sosial, rekreasi, olahraga, hingga wadah aktifitas seni dan budaya. Secara sederhana fenomena tersebut menggambarkan besarnya kebutuhan masyarakat akan ruang publik tanpa berbayar yang dapat dinikmati semua kalangan. Hal ini sekaligus menjadi indikasi bahwa keberadaan ruang publik secara kuantitas maupun kualitas perlu terus dikembangkan.
Melihat tingginya kebutuhan masyarakat terhadap ruang publik dan meningkatnya kesadaran pengelolaan ruang kota, beberapa wilayah mulai melakukan peningkatan pembangunan ruang publik. Adalah DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sebagian kota yang menunjukan geliat pembangunan ruang-ruang publik sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing kota. DKI Jakarta mencoba menghadirkan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan merevitalisasi ruang sekitar waduk dan lahan kosong menjadi taman kota. Sementara Kota Bandung dengan semangat kreatif bergerak sangat giat membangun taman-taman kota tematik untuk menjawab kebutuhan ruang publik masyarakat. Taman-taman kota dibuat sesuai tema, mulai dari Taman Lansia, Taman Pustaka Bunga hingga Taman Film. Adapun Surabaya membangun misi kota hijau yang asri dan bersih untuk menciptakan ruang publik dalam bentuk taman dan hutan kota yang berdampak signifikan bagi lingkungan dan aktifitas sosial masyarakat. Bahkan salah satu ruang publik di Kota Surabaya yakni Taman Bungkul berhasil menjadi taman kota terbaik di Asia.
Mendorong penyediaan ruang publik dengan beragam bentuk dan pendekatan merupakan wujud kesadaran akan pentingnya peran ruang publik bagi habitat perkotaan. Hal ini sebagai upaya mewujudkan harapan masyarakat untuk menikmati ruang terbuka dengan harmonisasi lingkungan asri serta fasilitas fungsional kekinian secara mudah dan tanpa biaya. Hadirnya ruang publik diharapkan menjawab kebutuhan wadah aktifitas dan interaksi sosial untuk bercengkrama, berekreasi, berolahraga maupun aktivitas seni dan budaya tanpa pembedaan strata sosial. Perwujudannya dalam bentuk taman kota, hutan kota, pedestrian, public square sekaligus berkontribusi terhadap wajah kota menjadi lebih asri dan indah. Lebih dari itu, keberadaan ruang publik tersebut juga berfungsi secara ekologis guna mereduksi tingkat polusi, menciptakan udara segar hingga menjadi daerah resapan air dan pengendali banjir.
Penyediaan ruang publik secara institusional menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun bukan berarti swasta dan masyarakat tidak memiliki peran dan ruang partisipasi dalam pembangunannya. Kerja besar dalam pemenuhan ruang publik di perkotaan memerlukan kerja sama seluruh pihak. Hal ini mengingat pembangunan ruang publik menghadapi tantangan keterbatasan lahan bagi ruang publik, kebutuhan fungsionalitas ruang publik serta tanggung jawab menjaga dan meningkatkan kualitasnya. Oleh sebab itu pemerintah selaku pemangku kebijakan berperan penting mengakomodir pembangunan ruang publik pembangunan tata ruang kota. Pemerintah perlu membuat terobosan dengan menjaring aspirasi masyarakat, misalnya dengan mencanangkan program satu taman untuk tiap kelurahan. Sementara sektor swasta dapat didorong perannya melalui kerjasama dengan pemerintah untuk mengembangkan tanggung jawab sosialnya dalam penyediaan lahan dan fasilitas ruang publik. Adapun masyarakat baik secara individu maupun berkelompok harus berpartisipasi menjaga dan merawat ruang-ruang publik yang tercipta agar tetap terjaga kebersihan, kenyamanan, keasrian dan kualitasnya.
Ruang publik merupakan hak bagi masyarakat yang harus terus diupayakan. Hal ini diperlukan agar keseimbangan habitat perkotaan dan pemenuhan kebutuhan manusia secara sosial dan ekologis terjaga keseimbangannya. Sebab mungkin hanya diruang publik penduduk kota berharap dapat melepas penat tanpa status sosial yang tersekat ruang berbayar. Hanya diruang publik pula penduduk kota membangun kembali hubungan ekologis ditengah kepungan pembangunan fisik kota. Sehingga dengan demikian harapan akan kehidupan kota menjadi lebih humanis dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat akan selalu terjaga.
***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H