Aspek Hukum Atas Sikap Netralitas dalam Pemilu bagi Tenaga Honorer
Pesta demokrasi Pemilu Tahun 2024 yang akan diselenggarakan beberapa hari lagi, yakni tanggal 14 Februari 2024 membuat antusias masyarakat Indonesia dalam berpartisipasi. Tentunya guna menentukan arah kebijakan pemerintahan selama 5 tahun ke depan serta menghasilkan pemimpin yang memiliki orientasi membangun demokrasi bersih.
Bagi pemimpin yang memiliki orientasi tersebut, secara otomatis kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya akan mengutamakan kepentingan warga Masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Dalam mewujudkan demokrasi yang bersih salah satu cara yang digunakan adalah menempatkan birokrasi pada posisi netral. Birokrasi yang dimaksud yaitu netralitas pegawai pemerintah yang merupakan bagian penting dalam birokrasi.
Netralitas pemerintah dalam hal ini adalah pegawai birokrat yang bekerja di dalamnya, memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Hal ini dapat dipahami bahwa birokrasi adalah 'pelayan' dalam memberikan pelayanan secara adil dan menyeluruh kepada Masyarakat. Maka sudah sepantasnya pegawai birokrat dituntut untuk bersikap tidak memihak atau tidak menggunakan sikap politiknya secara terbuka.
Tugas yang diemban pegawai birokrat sebagai pihak yang memberikan pelayanan kepada Masyarakat, berlaku pula bagi tenaga honorer. Tenaga honorer merupakan pihak yang membantu aparatur sipil negara (ASN) dalam mewujudkan tugas -- tugasnya dalam melayani masyarakat. Sebagai tenaga honorer yang diangkat melalui perjanjian kerja, dibiayai anggaran negara melalui APBD, tentunya tunduk pada aturan yang berlaku. Sehingga dalam hal ini sebagai tenaga honorer juga berlaku aturan terkait pemilu, yakni bersikap netral.
Aturan mengenai tenaga honorer terdapat dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999. Yang disebut sebagai tenaga tidak tetap. Hal tersebut dicantumkan pada Pasal 2 ayat (3), yang dalam penjelasannya dinyatakan bahwa "pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri."
Tenaga honorer memiliki posisi strategis sebab diangkat oleh ASN melalui perjanjian kerja, dengan tujuan membantu ASN dalam memberikan pelayanan kepada Masyarakat. Namun dalam kenyataan yang terjadi, sistem penerimaan tenaga honorer yang dilakukan, sering kali tidak berdasarkan tujuan yang jelas atas kebutuhan birokrasi. Bahkan dalam penerimaan atau perekrutannya, didasari oleh kepentingan politis maupun nepotisme.
Menurut ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusito mengatakan bahwa keberadaan tenaga honorer tidak boleh dipolitisasi untuk pemenangan suara jelang tahun politik. Hal tersebut disebabkan jika dibandingkan dengan posisi ASN, tenaga honorer sangat rentan terhadap intervensi. Oleh karenanya Agus Pramusito meminta agar setiap pejabat di lingkungan pusat maupun daerah untuk memperhatikan kompetensinya masing-masing. Hal tersebut demi menjaga kinerja tenaga honorer agar tetap profesional.
Guna menegakkan kewajiban netralitas pemilu bagi tenaga honorer, Menteri Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB) mengeluarkan Surat Edaran MENPANRB Nomor 01 Tahun 2023 yang mengatur pembinaan dan pengawasan netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) sebagai pedoman bagi Pejabat Pembinaan Karir (PPK) atau pejabat yang berwenang (Pyb) yang berada di Kementerian/Lembaga (K/L) yang berada di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan atau Beleid ini memiliki tujuan yakni menciptakan Tenaga Honorer atau PPNPN professional dan netral sekaligus menciptakan iklim pemilu yang berkualitas.
Isi dari Beleid tersebut yakni adanya mulai dari sosialisasi dalam berbagai bentuk media baik tatap muka maupun melalui sosial Media tentang pentingnya menerapkan sikap netralitas pada tenaga honorer agar tercipta iklim pemilu yang kondusif, kemudian adanya pengawasan dan kewenangan dalam hal tindak lanjut dugaan pelanggaran netralitas tenaga honorer serta pemberian sanksi sesuai tingkatan bahkan sampai melakukan pemutusan hubungan kerja sesuai perjanjian kerja serta bentuk pelanggaran netralitas yang berlaku bukan hanya ASN saja tetapi tenaga honorer sesuai ketentuan berlaku.
Surat edaran MenpanRB tidak melarang tenaga honorer untuk menggunakan haknya dalam berpartisipasi menyambut pemilu namun jika dilihat dari perspektif lain, bagaimana kedudukan SE MENPANRB dalam pengaturan netralitas tenaga honorer dalam peraturan perundang-undangan?
Â
Netralitas tenaga honorer dalam SE MENPANRB dilihat dari aspek hukum
Netralitas birokrasi diperlukan guna memberikan pelayanan yang adil dan profesional kepada Masyarakat tanpa melakukan diskriminasi sekaligus mencegahnya pengaruh kelompok -- masyarakat tertentu memanfaatkan birokrasi sebagai tempat meraih dukungan.
Menurut Miftah Thoha (2014:182) menyebut bahwa netralitas birokrasi pada intinya merupakan sistem dimana birokrasi dalam hal ini tenaga honorer tidak akan melakukan perubahan dalam memberikan pelayanan kepada pejabat atau partai politik yang memerintah, walaupun pejabat politik tersebut berganti dengan pejabat politik lain. Pemberian pelayanan tidak bergeser sama sekali walaupun adanya pergantian pejabat politik. dengan demikian birokrasi memberikan pelayanan berdasarkan profesionalisme bukan kepentingan politik.
 Oleh karena itu, adanya aspek kenetralan politik bagi tenaga honorer mempunyai peran penting sebab tenaga honorer akan fokus pada segala pikiran maupun tenaganya pada pekerjaan diembannya dalam memberikan pelayanan kepada Masyarakat dengan baik dan profesional maka diharapkan hasil yang diperoleh bisa maksimal dalam merealisasikan program dan kegiatan yang dibuat oleh pejabat politik yang memerintah.
Pemerintahan yang baik (good Governance) dapat terwujud apabila penyelenggaraan pemerintahan dijalankan dengan efektif dan efisien, bertanggung jawab dan menjaga hubungan yang seimbang antara pemerintah, rakyat dan kelompok-kelompok pemerintah. Netralitas tenaga honorer perlu dimiliki agar roda penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan baik dan memberikan layanan kepada warga. Sehingga tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum
Â
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur tugas pemerintahan dalam hal ini birokrasi untuk mewujudkan tujuan negara sebagai yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang -- Undang tersebut menjadi dasar bagi birokrasi guna menyelenggarakan pemerintahan sesuai peraturan perUUan dan prinsip asas pemerintahan yang baik sehingga birokrasi dapat tercipta semakin baik, transparan dan efisien.
Guna menjalankan fungsi dan tujuan sebagai birokrasi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teknis dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, maka pemerintah dalam hal ini MENPANRB selaku pejabat negara dalam memanajemen pegawai pemerintah dapat membuat surat edaran sebagai petunjuk teknis netralitas Bagi tenaga honorer untuk menegakkan netralitas dalam pemilu 2024.
Â
Surat Edaran (SE) merupakan peraturan kebijakan (beleidsregel) yang memiliki fungsi sebagai peraturan yang mengikat dalam internal lembaga tersebut tetapi tidak termasuk dalam ranah jenis-jenis peraturan perundang-undangan tetapi memiliki relevansi hukum sebab SE tunduk pada ketentuan asas pembentukan peraturan perUUan. Sehingga fungsinya hanya sebagai petunjuk dan pemberitahuan tentang hal-hal perlu disampaikan. Sehingga SE MENPANRB yang dikeluarkan sangat penting untuk mengatur hal teknis tersebut.
Â
Jika dianalisa keabsahan SE MENPANRB tersebut maka SE merupakan peraturan kebijakan yang mengatur petunjuk teknis bagi tenaga honorer agar tetap netral selama tahapan penyelenggaraan. jika dilihat secara materiil nya, SE ini dibuat secara jelas dan terbuka dalam rangka mengisi kekosongan hukum dalam penegakkan dan implementasi netralitas tenaga honorer, sehingga ketentuan SE tersebut tidak melanggar asas pembentukan peraturan dan UU Pemilu.
Â
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana bagi warga negara dalam melaksanakan kedaulatan rakyat agar dapat menyuarakan aspirasinya untuk menentukan pemimpinnya, namun bagi warga negara memegang posisi pegawai pemerintah termasuk ASN dan honorer tidak diperkenankan untuk berpihak bahkan memberi dukungan bagi peserta/pasangan calon sebagaimana diatur secara dalam Pasal 285 UU Nomor 7 Tahun 2017 Pemilu berbunyi: "Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye".
Pasal tersebut selain memuat larangan juga memberi peran agar lebih memantapkan sikap netralitas pemilu bagi tenaga honorer maka keberadaan SE ini diperlukan guna menunjang sikap birokrasi untuk tetap netral selama tahapan pemilu sekaligus menjaga pelayanan publik tetap lancar. (Martin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H