Ini refleksi buat jurnalisme warga, blogger, dan jurnalis untuk berbenah diri dalam merangkai kata dan kalimat dalam pemberitakan kepada warga (pembaca). Minggu, 11/2/ 2018 saya menulis di kompasiana tentang kasus penyerangan terhadap umat Katolik St Lidwina di Sleman Yogyakarta.Â
Baca beritanya di sini. Kemudian tulisan tersebut dikirim oleh istri saya via whatsaap kepada seorang saudara di Nusa Tenggara Timur. Respon dari seberang adalah ah itu berita hoax.
Lihat gambar di bawah
Kompas media yang mengusung semboyan "Amanat Hati Nurani Rakyat", dikenal sebagai sumber informasi tepercaya, akurat, dan mendalam pun masih dibilang hoak. Mengapa? Baca lebih lanjut.
Situasi di atas ada dua hal yang bisa kita jadikan refleksi bersama insan pewarta. Pertama, saya menulis tanggal kejadian salah. Seharusnya tanggal (11/2) tetapi Saya menulis (2/11) sudah diperbaiki. Jika keteledoran seperti yang saya lakukan masih dibuat juga oleh siapapun yang menggeluti dunia tulis menulis di media; maka hal ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan warga (pembaca), terhadap si penulis maupun media yang bersangkutan.
Kedua, media sekaliber kompas pun masih dibilang hoax ini memberi pesan bahwa masyarakat sudah pusing dengan ramainya berita bohong dimana mana; Jadi media dengan tingkat keakuratan tinggi seperti kompas pun disamaratakan.
Sekarang mari kita mulai menulis dengan data dan fakta yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan secara hukum maupun moral.
Jangan seperti ini.
(lihat gambar di bawah)
- What = apa : apa peristiwa yang terjadi ?
- who = siapa : siapa pelaku atau korban dalam peristiwa tersebut ?
- where = dimana : dimana peristiwa tersebut terjadi ?
- when = kapan : kapan peristiwa tersebut terjadi ?
- why = mengapa : mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi ?
- how = bagaimana : bagaimana peristiwa tersebut terjadi ?