Setiap musisi tentu memiliki banyak karya musiknya. Karya musik yang disebarkan oleh musisi ini memiliki ragam jenis seperti audio yang terdiri dari instrumental dan vocal, artwork atau gambar dari lagu nya, dan video musik.Â
Perkembangan musik menuntut originalitas, mengingat tuduhan plagiat yang kian marak pada saat ini. Plagiarisme seolah mudah dideteksi dari kemiripan antara karya musik. Tetapi, apakah kemiripan cukup untuk menuduh sebuah karya musik sebagai bentuk plagiarisme?Â
Kasus internasional yang bisa diambil adalah lagu ‘Dark Horse’ dari Katy Perry. Kuasa hukum rapper Flame menggugatnya pada 2014 karena lagu tersebut mirip dengan karyanya yang berjudul ‘Joyful Noise’. Kemiripan yang disorot oleh pihak penuntut adalah jenis nada dalam instrumental musiknya.Â
Dari dalam negeri, lagu Reza Arap dan Eka Gustiwana yang berjudul ‘King (Of Tale)’ dituduh fans K-pop plagiat dari karya musik G Dragon yang berjudul ‘Bullshit’. Sama seperti kasusnya Katy Perry, Reza dan Eka mendapat tuduhan bahwa instrumen ‘King (of Tale)’ merupakan hasil copy-paste dari lagu ‘Bullshit’.Â
Tidak hanya dari audio lagu saja yang menjadi objek tuntutan plagiarisme musisi. Konsep video musik juga ikut terlibat bagi masyarakat sebagai bagian untuk menuntut plagiarisme.Â
Via Vallen turut menemani Reza dan Eka dalam daftar tuduhan plagiat oleh fans. Video musiknya yang berjudul ‘Dengarkanlah Aku’ dinilai mirip dengan lagu ‘Above The Time’ dari IU, artis Korea Selatan, dari segi konsep. Tidak hanya Via Vallen, Young Lex juga tercebur dalam tuduhan yang sama dan berhadapan dengan karya dari Korea Selatan. Lagunya yang berjudul ‘Raja Terakhir’ dituding serupa dengan lagu ‘Lit’ dari Korea Lay dari sisi konsep video klip.Â
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat adalah penjiplakan karya musik yang melanggar hak cipta. Ada beberapa patokan yang digunakan untuk mengukur, apakah karya tersebut plagiat atau bukan.Â
Melalui konten pada akun Youtube AWSome Studio yang berjudul ‘Klarifikasi Eka Gustiwana tentang plagiat Lagu King Rapyourbae Reza Arap’, Eka, sang pencipta lagu ‘King of Tale’, menjelaskan, ketukan atau BPM (beat per minute) dari beat yang mirip masih tergolong generic. Artinya, indikator tersebut belum bisa menentukan karya musik tersebut termasuk plagiat. Lebih detilnya lagi, aspek dalam lagu seperti lirik, melodi, dan isi dari beat juga harus diperhatikan untuk menilai tingkat plagiarisme.Â
Selain musik, aspek konsep video klip juga menjadi sorotan. Direktur Youtuber Rewind 2020 Indonesia Chandra Liow menjelaskan melalui channel-nya yang berjudul ‘Reaksi Editor Indonesia 31: Via Vallen Plagiat’, mayoritas konten video musik tidak asli karena konsepnya bisa merujuk pada video-video yang sudah ada. Tetapi, cara mengemas konten video musik dapat membentuk elemen baru sehingga tidak menjadi jiplakan secara keseluruhan.Â
Chandra juga membahas konsep video musik Young Lex lewat episode berjudul ‘Reaksi Editor Indonesia 44: Young Lex plagiat Lay – Lit’. Dia mengatakan, konsep video klip dianggap plagiat apabila kemiripannya mencapai 80% atau 90%. Musisi dapat menggunakan teknik Amati, Tiru, dan Modifikasi (ATM) yang persentase kemiripannya 40%-50% sedangkan sisanya mesti membuat elemen baru. Lagu ‘Be Like Me’ dari Lil Pump dan Lil Wayne dapat menjadi contoh penggunaan teknik ‘ATM’ yang baik. Dari video musik tersebut, konsepnya serupa dengan video musik nya Eminem yaitu ‘The Real Slim Shady’ yang mana menunjukkan cuplikan Lil Pump dan orangorang yang meniru gaya hidupnya. Salah satu elemen baru yang dimunculkan dari video musik ‘Be Like Me’ adalah lokasi yang digunakan. Lokasi yang dipakai oleh Lil Pump dan manajemennya dari video musik ‘Be Like Me’ adalah kampus, komplek perumahan, studio, dan museum.Â
Beda dengan lokasi syuting yang digunakan Eminem dan manajemennya dia. Ketika mereka sedang melakukan syuting untuk video musiknya yang berjudul ‘The Real Slim Shady’, lokasi yang dipakai adalah rumah sakit, bar, pabrik, dan restoran makanan cepat saji.