Mohon tunggu...
Martin GMTG
Martin GMTG Mohon Tunggu... Musisi - Rapper, Blogger, and College Student at University of Atmajaya Catholic

Lahir di Jakarta pada tanggal 22 Mei 2000, Martin Guntur Tjahyono Putro memiliki ketertarikan untuk menulis blog yang mana murni berasal dari pikiran dia sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Toleransi sebagai Wadah Mutlak untuk Pemenuhan Hak-hak Warga Negara

14 September 2021   15:19 Diperbarui: 14 September 2021   15:20 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemanusiaan merupakan hal yang pasti melekat dalam semua masyarakat tak terkecuali dari tiap negara. Kemanusiaan ini hadir sebagai bentuk bahwa setiap manusia memiliki hak tanpa terkecuali, syarat dan hal yang sifatnya membatasi identitas mereka seperti suku,agama,dan ras untuk melakukan kegiatan mereka ataupun memilih apapun sesuai kehendak mereka. Kemanusiaan juga muncul dari adanya toleransi kepada sesama manusia. 

Di tiap-tiap negara juga mereka menganut toleransi yang mana merupakan bagian dari hal-hal yang mengandung kemanusiaan. Walaupun masing-masing negara memiliki aturan yang berbeda namun mereka tetap memegang toleransi kepada siapapun. Tidak hanya dari negara saja, organisasi dunia yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat memegang teguh adanya nilai-nilai toleransi. 

Hal itu bisa diliat bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai adanya universal declaration of human rights sebagai deklarasi yang dibuat pada tahun 1998 dari situs United Nations Human Right. dari situsnya mengatakan ketiga pasal yang menggambarkan kemanusiaan dan kebebasan memiliki identitas dari pasal pertama semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. 

Di pasal dua dijelaskan bahwa setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Dan pasal ketiga dikatakan setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu. 

Dari pasal-pasal yang sudah dijelaskan ini tentu jika dirangkum bisa disimpulkan bahwa setiap orang berhak mempertahankan kelangsungan hidupnya dan berhak memiliki kegiatan apapun itu tanpa dibatasi/membatasi identitas pribadi. Selain itu, ketiga pasal ini juga menjadi pilar utama toleransi.

Karena toleransi ini sudah benar-benar dipegang oleh semua negara dan organisasi untuk semua negara, nilai-nilai kemanusiaan ini sudah menempel di Indonesia. Di Indonesia ini,kemanusiaan sendiri juga sudah dijunjung dalam Pancasila sila pertama yakni "ketuhanan yang maha esa" dan sila kedua yang berbunyi "kemanusiaan yang adil dan beradab". 

Selain dari Pancasila tertera juga dalam UUD Pasal 27 dari ayat 2 yakni tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaanya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. dan pilihan menentukan keyakinan sendiri-sendiri merupakan kebebasan masyarakat dan terlindungi dalam UU. Di UU ini juga dalam pasal 28 E dan dijelaskan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih Pendidikan dan pengajaran.memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,serta berhak kembali.

Dan dari UU ini tentunya negara Indonesia sudah memberikan aturan yang melindungi kegiatan manusia apapun itu dalam rangka kemanusiaan dan kegiatan yang mereka lakukan sesuai dengan identitas mereka serta merasa bebas dari hal apapun yang membatasi mereka untuk beraktivitas dari identitas mereka salah satunya adalah keyakinan yang mereka pegang. 

Meskipun sudah dilindungi dalam UU dan Pancasila,ternyata masih ada kasus intoleransi yang tentunya sangat menganggu kebebasan orang untuk memeluk agamanya dan melaksanakannya. Dari tahun ke tahun kasus intoleran ini selalu ada di lingkungan sekitar dengan alasan khawatir bahwa dengan adanya agama yang berbeda nilai-nilai agama yang mereka anut akan hanyut secara perlahan-lahan, stigma yang negatif kepada agama, suku dan ras lain yang berujung diskriminatif dan dilatarbelakangi dari pengalaman hidup mereka yang kurang menyenangkan, paham-paham superior dari kelompok fanatik, ada yang menganggap ajaran agama mereka salah,menggangu,dan tidak sesuai dengan ajaran yang dianut sehingga perlu diberitahu dengan cara memaksa kepada penganut agama lain. 

Selain itu ada juga yang menganggap secara superior bahwa di negara kita yang demokratis dan mengikuti orang-orang mayoritas ada norma yang mengatakan bahwa yang minoritas harus mengikuti dengan persis norma norma dari pihak mayoritas. Adanya alasan-alasan ini sering melekat kepada kasus intoleransi dan sampai sekarang alasan tersebut masih ada.

Ditambah lagi ada beberapa alasan seperti mengikuti mayoritas, mencegah nilai-nilai agama yang mereka anut akan hanyut ini bagi beberapa orang merupakan budaya Indonesia yang mesti dijaga. Dari pemahaman yang mereka jaga ini menimbulkan kerusakan-kerusakan dari rumah ibadah,bahkan penggusuran rumah ibadah juga terjadi dan dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun warga-warga sekitar dengan alasan yang tidak masuk akal.

Intoleransi juga tentunya tidak harus dari agama,namun dari etnis juga sering terjadi dari masa orde baru, etnis Tionghoa kerapkali mendapat perlakuan rasis dari masyarkat setempat dan sampai sekarang perlakuan rasis pun masih mereka dapatkan. Dari tahun 2016 saja seorang warga di halte Tj pernah diteriaki dan direndahkan oleh warga-warga sekitar karena etnisnya dia yang merupakan tiongkok dan mirip Ahok sebagai penista agama. 

Dari kasus terkini saja ada kasus intoleran di Sigi yang mana keluarga yang beragama Kristen dibunuh secara mengenaskan oleh Mujahidin Indonesia Timur . Di Cikarang warga-warga Kristen yang sedang menjalankan ibadah diusir secara paksa oleh warga-warga sekitar selain dengan umpatan namun dengan menyanyikan lagu "Maju tak Gentar" dan membawakan toa masjid. 

Di Solo juga terjadi kasus pengeroyokan kedua pengantin beragama muslim yang dilakukan oleh kelompok yang jumlahnya sebanyak 12 orang ketika mereka sedang berdoa bersama atau nama lainnya adalah midodareni. Tidak hanya itu saja, namun dari lingkungan sekolah juga terjadi. Seorang siswa bernama Evan ketika terpilih menjadi ketua kelas OSIS voting tersebut diadakan ulang karena dia non-muslim.

Bisa diliat bahwa kasus intoleransi ini rutin terjadi tiap tahun dan berlangsung sangat lama. Dalam upaya mengurangi kasus ini tentunya tidak cukup dari pemerintahan saja,karena walaupun dari pihak pemerintah sudah diisi oleh orang-orang baru dengan kebijakan yang berbeda namun tidak mendapat kerja sama atau dukungan dari masyarakat mengenai toleransi ini,maka pemahaman negatif yang ada dari masyarakat ini akan terus berkembang.

Selain dari kerja sama masyarakat untuk menumbuhkan toleransi, pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku intoleransi,protektif kepada semua warga yang memiliki hak mereka sebagai warga negara yang ingin mempertahankan kelangsungan hidup mereka dengan ragam suku,agama dan ras mereka, menciptakan suasana kondusif,aman dan tentram dan mencari tau sumber-sumber pemicu alasan adanya kasus intoleransi yang marak terjadi ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun