Mohon tunggu...
Martina Purwaning Diah
Martina Purwaning Diah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjalani hidup layaknya air mengalir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Pengawasan pada Lembaga Filantropi di Indonesia

10 Juli 2022   20:15 Diperbarui: 10 Juli 2022   20:56 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses controlling adalah proses tiga tahap yaitu mengukur kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan standar, dan mengambil tindakan manajerial untuk memperbaiki penyimpangan atau untuk mengetahui ketidaksesuaian dengan standar. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Uang dan Barang pada pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. 

Prosentase 10% itulah yang merupakan standar aturan baku yang telah ditetapkan oleh pemerintah terhadap kegiatan penggunaan dana operasional lembaga. Oleh karena itu, polemik yang menjadi pembicaraan hangat ini menjadikan suatu masalah jika ACT melanggar ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. 

Sebagai warga negara yang taat aturan hukum ketika aturan itu sudah dibuat, maka seluruh penyelenggaraan kegiatan sosial dalam bentuk pengumpulan uang dan barang harus mentaati peraturan yang berlaku.

Jika kita melihat dalam proses pengendalian maka sudah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh ACT. Namun, mungkin yang menjadi pertanyaan dalam benak kita apakah di dalam ACT tidak memiliki unit/satuan pengawasan internal untuk mengukur kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan sesuai aturan yang berlaku ataukah unit pengawasan internal tersebut sudah ada di ACT tapi selama ini kinerja nya tidak maksimal unit pengawasan internal.

Ketika permasalahan yang terjadi di ACT ini mencuat sampai berdampak pada penutupan ijin operasional, maka yang harus dilakukan adalah ACT perlu mengambil tindakan manajerial yaitu dengan tindakan perbaikan manajemen segera mungkin. ACT merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar yang memiliki berbagai kantor dan relawan yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. 

Peran ACT dan lembaga filantropi lainnya di Indonesia sangat dibutuhkan demi membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ketika ACT mengklaim bahwa alokasi 13,7 persen sudah dilakukan dari 2017-2021 (news.detik.com, 6 Juli 2022). 

Lantas, bagaimana sebenarnya proses "controlling dari pihak eksternal dalam hal ini Kemensos terkait kinerja ACT dan juga lembaga filantropi lainnya juga perlu dilakukan audit secara berkala. 

Jika selama ini audit kinerja bagi lembaga pemerintah dilakukan ole BPK setiap tahunnya, lantas untuk lembaga-lembaga filantropi ini bagaimana proses audit keuangannya? 

Mungkin hal ini yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, jangan sampai kejadian seperti ACT ini terulang di lembaga-lembaga filantropi lainnya sehingga fungsi audit keuangan dari pihak eksternal yaitu Kemensos perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat untuk bersedekah semakin tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun