Mohon tunggu...
Martina Purwaning Diah
Martina Purwaning Diah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjalani hidup layaknya air mengalir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Urgensi Pengawasan pada Lembaga Filantropi di Indonesia

10 Juli 2022   20:15 Diperbarui: 10 Juli 2022   20:56 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki penduduk yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Kondisi ini dapat kita lihat dengan banyaknya lembaga filantropi di Indonesia. 

Sholikhah et al (2021)  dalam Journal of Islamic Philanthropy and Disaster  Vol 1 No 1 (2021) menyebutkan bahwa "lembaga filantropi merupakan lembaga non profit, atau lembaga yang tidak mencari keuntungan dalam implementasi program-programnya". Untuk meningkatkan kesejahteraan para masyarakat yang membutuhkan, maka lembaga filantropi ini melakukan pengumpulan uang dan barang. 

Dalam UU Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) disebutkan bahwa pengumpulan sumbangan adalah setiap usaha mendapatkan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, dan kebudayaan. Kegiatan pengumpulan uang atau barang ini biasanya dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan dengan misi kemanusiaan.

Menyikapi kasus tentang dugaan penyelewengan penggunaan anggaran dana di salah satu lembaga filantropi "ACT" mungkin yang membuat kita bertanya apakah lembaga tersebut tidak menerapkan unit khusus untuk pengawasan internal dalam mengontrol segala aktivitas dalam lembaganya. 

Menindaklanjuti surat pencabutan ijin ACT berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap, pihak ACT mengklaim bahwa mereka tidak tahu aturan batasan penggunaan dana donasi untuk operasional kegiatan (republika.co.id,8 Juli 2022). 

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 dijelaskan pada pasal 6 ayat 1 bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. Oleh karena itu, pihak Kemensos meyakini bahwa ketika ACT sudah memegang SK perijinan maka lembaga tersebut tentu tahu tentang aturan batasan penggunaan dana operasional yaitu 10%. 

Namun, yang menjadi titik lemah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Uang dan Barang adalah masih belum terlalu rinci di dalam PP tersebut mengatur penggunaan anggaran untuk pengaturan tata kelola sumber daya bantuan. Oleh karena itu, aturan secara detail termasuk berapa prosentase "kepatutan" penggunaan anggaran dana lembaga filantropi perlu menjadi bahan kajian untuk pertimbangan oleh pemerintah.

Terlepas dari perdebatan antara Kemensos dan ACT, maka disini penulis ingin melihat bahwa dalam permasalahan internal dari ACT ini yang menjadi titik tumpu adalah pada "controlling". 

Proses pengawasan (controlling) sangat penting didalam  di dalam setiap organisasi baik ittu organisasi publik maupun organisasi swasta. Controlling adalah proses memantau (monitoring), membandingkan (comparing), dan mengoreksi (correcting) kinerja setiap organisasi (Robbin, 2002) 

Pengendalian pimpinan dalam sebuah organisasi perlu untuk mengetahui apakah unitnya telah bekerja sesuai dengan rencana dan membandingkan kinerja sebenarnya dengan standar yang ditentukan. Pengendalian yang efektif memastikan kegiatan telah dilakukan dengan cara yang mampu menghasilkan pencapaian tujuan dengan baik. 

Mengapa proses pengendalian itu penting? Perencanaan didalam organisasi dapat dilakukan, struktur dan desain organisasi dapat dibuat untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang efektif dan efisien, dan sumber daya manusia dalam organisasi dapat dimotivasi melalui kepemimpinan efektif. Tetapi, tidak ada jaminan bahwa kegiatan yang telah berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang ingin diraih dalam organisasi.

Proses controlling adalah proses tiga tahap yaitu mengukur kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan standar, dan mengambil tindakan manajerial untuk memperbaiki penyimpangan atau untuk mengetahui ketidaksesuaian dengan standar. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Uang dan Barang pada pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan. 

Prosentase 10% itulah yang merupakan standar aturan baku yang telah ditetapkan oleh pemerintah terhadap kegiatan penggunaan dana operasional lembaga. Oleh karena itu, polemik yang menjadi pembicaraan hangat ini menjadikan suatu masalah jika ACT melanggar ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. 

Sebagai warga negara yang taat aturan hukum ketika aturan itu sudah dibuat, maka seluruh penyelenggaraan kegiatan sosial dalam bentuk pengumpulan uang dan barang harus mentaati peraturan yang berlaku.

Jika kita melihat dalam proses pengendalian maka sudah terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh ACT. Namun, mungkin yang menjadi pertanyaan dalam benak kita apakah di dalam ACT tidak memiliki unit/satuan pengawasan internal untuk mengukur kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan sesuai aturan yang berlaku ataukah unit pengawasan internal tersebut sudah ada di ACT tapi selama ini kinerja nya tidak maksimal unit pengawasan internal.

Ketika permasalahan yang terjadi di ACT ini mencuat sampai berdampak pada penutupan ijin operasional, maka yang harus dilakukan adalah ACT perlu mengambil tindakan manajerial yaitu dengan tindakan perbaikan manajemen segera mungkin. ACT merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar yang memiliki berbagai kantor dan relawan yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. 

Peran ACT dan lembaga filantropi lainnya di Indonesia sangat dibutuhkan demi membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ketika ACT mengklaim bahwa alokasi 13,7 persen sudah dilakukan dari 2017-2021 (news.detik.com, 6 Juli 2022). 

Lantas, bagaimana sebenarnya proses "controlling dari pihak eksternal dalam hal ini Kemensos terkait kinerja ACT dan juga lembaga filantropi lainnya juga perlu dilakukan audit secara berkala. 

Jika selama ini audit kinerja bagi lembaga pemerintah dilakukan ole BPK setiap tahunnya, lantas untuk lembaga-lembaga filantropi ini bagaimana proses audit keuangannya? 

Mungkin hal ini yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, jangan sampai kejadian seperti ACT ini terulang di lembaga-lembaga filantropi lainnya sehingga fungsi audit keuangan dari pihak eksternal yaitu Kemensos perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat untuk bersedekah semakin tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun