Mohon tunggu...
Martina Purna Nisa
Martina Purna Nisa Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Waktu tidak menunggu untuk kita menyumbang karya. Now or Never!

Menyukai banyak hal, kadang meledak-ledak dan tak tertebak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Sang Kakek dengan Mumi Ramses II

17 Juni 2021   21:20 Diperbarui: 17 Juni 2021   21:28 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat aku ungkapkan ketidaknyamananku dengan hal tersebut, selalu dan selalu jawaban Mama sangat menenangkan. "Kami kesini kan memang untuk menjenguk kalian, itu yang paling utama. Orang udah tua kayak Mama Abah ni apa sih yang mau diharapkan dari sebuah perjalanan. Cukup menginjakkan kaki di Mesir saja sudah Alhamdulillah.. Kecuali si Abah nih yang obsesi banget pengen lihat mumi fir'aun"

Abah tertawa dan menjawab "Iya, Abah handak banar malihat kayapa fir'aun yang banyak dikisahakan di Al-Quran tu. Handak tahu kayapa kah muha urang yang sombong mangaku Tuhan tu!" (Iya, Abah pengen banget liat bagaimana sih Fir'aun yang banyak dikisahakan di Al-Qur'an itu? Pengen tau gimana sih wajah orang yang sombong dengan mengaku Tuhan itu?) Kami tertawa geli mendengarnya.

Dan jadilah, empat hari sebelum kepulangannya, kami antarkan Abah dan Mama ke museum yang terletak di Tahrir, tengah kota Kairo. Konon, jasad firaun yang diceritakan dalam Al-Qur'an itu diduga adalah Ramsis II dan muminya masih tersimpan utuh. Awalnya mereka menyuruhku untuk tinggal di rumah saja bersama Kak Ami, tapi aku merengek-rengek minta ikut. Padahal Atikah saat itu baru berusia setengah bulan dan masih merah banget. Abah dan Mama akhirnya mengabulkan permintaanku setelah kuyakinkan kepada mereka bahwa aku sudah sehat dan Atikah insyaAllah akan baik-baik saja.

Kami berlima (Abah, mama, Bang Hamzah, aku dan Atikah) dan satu orang supir tentunya,  akhirnya melakukan perjalanan ke Tahrir, salah satu kota cantik yang dilewati oleh aliran sungai Nil.

Di kota Tahrir itulah terdapat Egyptian Museum yang menyimpan banyak sekali peninggalan-peninggalan bersejarah milik Mesir kuno. Di antaranya juga mumi-mumi pharaoh dari masa ke masa, termasuk mumi fir'aun yang hidup di masa nabi Musa itu.

Sesampainya di depan bangunan luas dan besar berwarna oranye muda, giliran si Ahmad, sang sopir mobil, berpusing-pusing ria mencarikan tempat parkiran karena parkiran yang disediakan sudah dipenuhi dengan mobil-mobil lain. Di museum ini memang setiap hari wisatawan dari aneka negara ramai berkunjung. Setelah berhasil memarkir mobil,  kami  beli tiket dan melakukan administrasi-administrasi lain. O iya, tidak lupa juga pengecekan tas yang sangat ketat dan dilakukan beberapa kali. Di museum ini juga dilarang keras membawa kamera. Setelah melalui tetek bengek yang lumayan ribet itu, akhirnya kami berhasil masuk ke Egyptian Museum. 

Di lantai dasar, terdapat koleksi papirus dan koin yang digunakan di zaman Mesir Kuno. Pada umumnya, papirus -- papirus ini berukuran kecil, karena telah mengalami pembusukan selama dua milenium terakhir. Beberapa bahasa ditemukan dalam lembaran -- lembaran ini, termasuk Yunani, Latin, Arab serta bahasa mesir Kuno yang dikenal dengan nama Hieroglyphs. Koin -- koin yang dipamerkan juga terbuat dari berbagai bahan. Ada yang dari emas, perak maupun perunggu. Koin -- koin ini tidak hanya berasal dari Mesir, tetapi juga Yunani, Romawi dan juga Islamik. 

Saat kami sedang asyik memperhatikan barang-barang antik tersebut, Abah berujar: "Mana Fir'aunnya? Lakasi nah, Abah handak malihat itu aja kesini."(Buruan yuk, Firaunnya ada dimana? Abah kesini kan pengen liat Firaun doang!). Kami pun menanggapi ketidaksabaran Abah dengan menanyakan kepada petugas dimana mumi-mumi diletakkan. Lalu petugas menyuruh kami ke lantai dua. 

Di lantai dua inilah terdapat ruang khusus mumi-mumi pharaoh 'The Royal Mummies' (Mumiyat Malakiah). Ternyata untuk masuk ke ruang Mumi ini, para pengunjung harus membayar lagi sebesar LE 100. abah langsung mengeluarkan uangnya dan menanyakan siapa yang ingin ikut dengannya.

"Mama ikut gih sana," ucapku. Mama menggeleng-geleng.

"Baik gasan nukar oleh-oleh ha duitnya daripada malihat fir'aun kafir ngintu!"(lebih baik uang nya buat beli oleh-oleh aja, ketimbang dipakai untuk melihat fir'aun yang kafir itu!) Asli, kali itu aku tak lagi bisa menahan tawa. Atikah sampai terbangun mendengar gelak tawaku. Akhirnya, Abah pergi sendiri ke dalam ruangan itu. Beliau melangkah pasti memasuki ruangan mumi itu. Kami menunggu di luar ruangan sambil memperhatikan benda-benda lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun