Mohon tunggu...
Martina Lindri Suarlembit
Martina Lindri Suarlembit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Menulis Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari

3 Juli 2023   11:52 Diperbarui: 3 Juli 2023   11:57 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Atas semua jeritan yang di dengarnya itu, pada saat akan tenggelam berganti dengan bulan, matahari yang turut bersedih mendengar semua jeritan rasa sakit manusia-manusia itu sesekali ikut menangis yang membuat cahayanya sesekali terlihat seperti berwarna merah"

"Waaaah, cerita yang begitu indah dan prihatin" ucapku sebagai respon terhadap cerita lelaki asing ini

"Dengarkan aku baik-baik" ucapnya sembari menoleh kearah ku dan menatap tepat dikedua mataku, sungguh tatapan matanya begitu tajam dan dalam hingga membuat ku sedikit merasa takut

"Atas cerita yang tadi ku ceritakan apakah kamu menemukan maknanya ?"

"Eh, cerita itu bermakna kah ? Makna seperti apa ? Aku bahkan tak menyadari bahwa ada makna dibalik cerita mu itu"

"Huuff" 

Hembusan nafasnya yang panjang membuat ku merasa malu sendiri, yang kulakukan selanjutnya hanya cengar-cengir tak jelas sembari menggaruk tengkuk ku yang sebenarnya tak gatal sama sekali

"Makna cerita tadi adalah mau sesakit dan sesengsara apa pun hari ini, cobalah untuk terus kuat dan jangan dulu menyerah dengan cepat karena kita tidak pernah tahu kejutan apa yang telah Tuhan persiapkan di hari esok untuk kita. Belajarlah dari matahari yang telah berjuta-juta kali mendengar keluh kesah kita setiap hari dan ikut menangis kala akan terbenam namun esoknya dia akan tetap kembali dengan ceria untuk menyinari bumi"

"Jika lelah beristirahatlah sejenak namun jangan sampai menyerah, karena tak perlu pikirkan seberapa banyak kamu terluka dan terluka lagi karena itu adalah bagian dari proses hidup yang sesungguhnya" 

Atas ucapan panjang lebarnya aku pun memalingkan wajahku untuk menatap kembali matahari yang kini telah hilang sempurna dan hanya menyisakan serpihan-serpihan cahayanya, aku tersenyum memikirkan penjelasannya itu.

"Matahari selalu sendirian, hal itulah mungkin salah satu alasan kenapa ia sesekali menangis karena merindukan juga membutuhkan teman. Namun itu semua akan ia akhiri pada saat ia terbenam dan akan kembali esok harinya, bersinar terang seakan-akan memberi kita semangat untuk terus berjuang menjalani hari"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun