Ciliwung nama sungai di Jakarta, yang berhulu di Gunung Pangrango, Jawa Barat. Sungai ini mengalir melalui Puncak, Ciawi, lalu membelok ke utara melalui Bogor, Depok, Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Dari Kota Jakarta, alirannya bercabang dua di daerah Manggarai: yang satu melalui tengah kota, antara lain sepanjang daerah Gunung Sahari, dan yang lain melalui pinggir kota, antara lain melalui Tanah Abang. Zaman dulu, dibagian hilirnya dapat dilayari oleh perahu kecil pengangkut barang dagangan. Panjang sungai ini hampir 120 km dengan daerah pengaruhnya (daerah aliran sungai) seluas 387 km persegi. Wilayah yang dilintasi Ciliwung adalah kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok dan Jakarta. Dalam rangka untuk mengingatkan kita kembali tentang pelestarian ekosistem yang ada di bumi kita tercinta ini. Ciliwung merupakan salah satu ekosistem yang parah keberadaannya, akibat dari ulah kita sendiri dengan membuang sampah sembarangan dan tidak turut serta untuk pelestariannya. Sungai Ciliwung yang melintasi dari Bogor, Depok dan Jakarta merupakan sumber air yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar sungai, tapi sangat disayangkan air sungai yang dari hulu sungainya bersih, jernih sampai jakarta menjadi berubah warna dan kotor. Pada tahun 1740 air sungai ini sudah dianggap tidak sehat karena segala sampah dan buangan air limbah rumah sakit dialirkan ke sungai. Banyak pasien menderita disentri dan kolera. Air minum yang kurang bersih ini menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi di antara warga Batavia. Sebaliknya kebanyakan orang Cina yang minum teh jarang terjangkit penyakit akibat air. Menyadari hal ini banyak arang Belanda makan daun teh agar tetap sehat. Tentu saja usaha ini tidak berhasil. Pada akhir abad ke18, Dokter c.p Thunberg masih meresepkan daun teh daripada air teh yang dimasak. Pada zaman itu belum diketahui bahwa kuman dalam air akan mati kalau airnya dimasak sampai mendidih. Sampai abad ke-19 air Kali Ciliwung oleh orang Belanda digunakan sebagai air minum. Air kali mula-mula ditampung di dalam semacam waduk (waterplaats atau aquada), yang dibangun dekat Benteng Jacatra, bagian utara kota, kemudian dipindahkan ke tepi Molenvliet sekitar daerah Medan Glodok. Waduk dilengkapi dengan pancuran-pancuran kayu yang mengucurkan air dari ketinggian kira-kira 10 kaki (kurang dari 3 m), sehingga daerah sekitarnya oleh orang Betawi dinamakan Pancuran. Pada masa lampau sungai Ciliwung merupakan sumber kehidupan utama masyarakat karena berbagai aktivitas dilakukan disini, mulai dari keperluan rumah tangga sehari-hari hingga jalur perdagangan Internasional. Sungai Ciliwung sudah berperan dari jaman purba, ketika manusia pra sejarah menghuni Jakarta. Untuk menjaga dan melestarikan lalu menjadikannya Sungai Ciliwung sebagai objek wisata air di Jakarta, perlu adanya kerjasama dari kita semua dan pemerintah untuk bersama-sama mengembalikan fungsi sungai sebagai mana mestinya.
Sabtu, 17 Juli 2012 saya diundang oleh BlueBird Group dalam acara Gathering Ciliwung For Dream bersama BlueBird Group salah satu perusahaan terkemuka yang peduli tentang pelestarian alam. Kegiatan susur desa dan susur sungai agar kita bisa mengenal lebih dekat daerahnya. Ciliwung Condet menjadi salah satu tujuan gathering bersama Blue Bird. Kaget dan prihatin ketika saya melihat sampah bertebaran di tepi sungai dan bahkan ketika kami naik perahu karet, sampah pun ikut nyangkut.
Tiba di lokasi kira-kira sekirar pukul 10.30, lalu kami disambut dengan kebudayaan Betawi lengkap dengan opera dan balas pantun yang merupakan ciri khas Betawi asli. Acara yang sangat menghibur dan menambah pengetahuan tentang keberadaan Ciliwung.
Yang tak kalah seru juga hadir komunitas Karang Taruna sekitar daerah Condet , mereka sangat kreatif mengolah sampah Koran untuk dijadikan kerajinan tangan yang unik dan menarik. Bahkan ibu-ibu yang ada disekitar situ ikut terlibat, setiap hari mereka mengumpulkan kertas yang sudah dilinting untuk kemudian dianyam. Sehingga mereka mendapat penghasilan lebih dan mempergunakan waktu luang disela-sela mengurus rumah tangga, sungguh bermanfaat bukan??
Tiba di penghujung acara kami diajak menyusuri sungai dengan perahu karet, kami melihat-lihat sekitar sungai dan melihat anak-anak berenang di sungai dengan riang gembira. Lalu kami disambut oleh Bpk Royani salah satu yang melestarikan sungai Ciliwung dan penanaman pohon buah di pinggitan sungai dan sekitarnya. Saya baru tahu ketika beliau menunjuk salah satu pohon buah Dukuh, beliau mengatakan bahwa pohon dukuh bisa berbuah kalau sudah mencapai umur seratus tahun lebih, berbeda dengan pohon jaman sekarang yang bisa dicangkok dan sebagainya.
Beliau juga mengatakan, orang jaman dahulu tidak pamrih untuk melakukan sesuatu, apalagi menanam pohon yang hasilnya belum tentu akan mereka nikmati, beliau sambil menunjuk pohon dukuhwarisan leluhurnya. Nah…gimana dengan kita?? Jika kita membeli buah tak ada salahnya jika kita menanam bijinya kembali untuk bisa dinikmati anak cucu kita kelak.
Sambil mendengarkan riwayat sungai Ciliwung, para peserta diajak menanam pohon di pinggiran sungai Ciliwung, dan semua peserta di beri kesempatan menanam pohon salak dukuh dan mangga. Bismillahirahmannirahim…semoga pohon yang kita tanam tumbuh dengan baik dan berbuah. Kegiatan yang bertema Green Sosial For Save Ciliwung yang bekerjasama dengan BlueBird dan komunitas Ciliwung ini penuh dengan edukasi dan memperkenalkan adat, kebudayaan dan kuliner Betawi.Salut buat Ibu Noni Purnomo selaku Vice President Bussiness Development Blue Bird Group yang peduli tentang ekosistem yang ada di sungai Ciliwung.
Beliau mengatakan, bahwa sungai ini sungai dianggap yang paling parah mengalami kerusakan di banding dengan sungai-sungai lain yang mengalir di Jakarta. Untuk itu Blue Bird ingin membantu untuk memberikan solusi dan mengatasi kerusakan tersebut. O’ya sekarang di sekitar Ciliwung daerah Condet ada jaringan free wi-fi nya loh, dan Blue Bird Group memberikan fasilitas tersebut.
Semoga dengan tulisan ini, para pembaca jadi bisa tergerak untuk ikut serta melestarikan sungai Ciliwung. Dan semoga keikutsertaan BlueBird Group dalam pelestarian ekowisata Ciliwung bisa teratasi sama dengan halnya dengan menangani management perusahaan yang mengalami pasang surut. Tentunya hal ini tidak mudah jika kita lakukan tidak bersama-sama, maka Kita semua sebagai masyarakat harus berperan dalam melestarikan ekosistem yang ada disekitar kita.
Salam Lingkungan.***
Tokoh Budaya Pantun Betawi Bang Udin dari Batavia Group:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H