Suatu malam, setelah sholat Isya, Ibu Aminah menghampiri Fahri. Â Dengan lembut, ia berkata, "Nak Fahri, Ibu ingin bercerita sedikit." Â Fahri yang awalnya terkejut, mengangguk patuh. Â Ibu Aminah kemudian menceritakan kisah-kisah para ulama terdahulu yang sangat menjaga adab di masjid. Â Ia menggambarkan bagaimana mereka berbicara dengan suara yang lembut, menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, dan selalu menghormati jemaah lain.
Â
"Masjid ini, Nak, adalah rumah Allah. Â Tempat suci yang harus kita hormati. Â Suara keras dan canda tawa yang berlebihan bisa mengganggu kekhusyukan ibadah orang lain. Â Bayangkan, jika kita sedang khusyuk berdoa, tiba-tiba diganggu oleh suara-suara yang riuh, bagaimana perasaan kita?" Â kata Ibu Aminah dengan nada yang penuh hikmah.
Â
Fahri terdiam, wajahnya memerah. Â Ia merasa malu dan sedikit tersinggung, namun ia juga menyadari kebenaran kata-kata Ibu Aminah. Â Ia belum pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Â Ia selalu bersemangat dalam kegiatan masjid, namun lalai dalam menjaga adab dan kesopanan.
Â
Ibu Aminah melanjutkan, "Menjaga kesopanan di masjid bukan hanya soal menjaga suara kita, Nak. Â Itu juga tentang menjaga hati dan lisan kita dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Â Berbicara yang baik, menebar kebaikan, dan menghormati sesama jemaah adalah wujud penghormatan kita kepada Allah SWT dan sesama muslim."
Â
Setelah mendengarkan nasihat Ibu Aminah, Fahri merenungkan kesalahannya. Â Ia menyadari bahwa kesucian masjid harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Â Ia berjanji akan mengubah perilakunya dan menjadi contoh yang baik bagi teman-temannya.
                              Â
                                                           ****