Fenomena di atas, bukannya tidak terjadi. Ini terjadi!
Mengapa, mengapa, mengapa?
Untuk menjawab, bayangkan: bagaimana jika gaji guru cukup untuk menyejahterakan mereka? Bagaimana jika gaji guru membuat mereka merasa diorangkan? Bagaimana jika gaji guru membuat mereka merasa diangkat harga dirinya? Bagaimana jika gaji guru membuat mereka merasa "pede" di hadapan murid-muridnya? (Pertanyaan "bagaimana" masih dapat dilanjutkan lagi..)
Sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin menceritakan suatu fenomena lagi:
Seorang teman saya dahulu mengambil pelajaran tambahan mata pelajaran "X" di luar sekolah. Yang mengajar adalah seorang ibu yang bersuamikan seorang pebisnis yang berhasil. Jadi, ibu ini mengajar les privat karena beliau hobi mengajar. Hidupnya bergantung kepada bisnis suaminya, walaupun memberi les privat hasilnya juga sangat memuaskan. Kata teman saya, dia pasti akan selalu lolos dalam mata pelajaran "X" ini karena ibu guru les selalu "menitipkan" dirinya kepada bapak guru di sekolahnya yang mengajar mata pelajaran "X"Â ini. Ini sebagai "imbalan" karena ternyata bapak guru di sekolahnya sering berutang kepada ibu guru les yang bersuamikan pebisnis kaya. Artinya, gaji bapak guru di sekolah tidak cukup sehingga beliau terpaksa berutang kepada ibu guru les.
Kesimpulan (sementara) yang saya tarik: gaji guru yang sedikit menimbulkan banyak dampak sampingan terhadap proses belajar dan mengajar.
Karena itu, jika saya nanti saya kaya, saya akan mendirikan Yayasan yang golnya adalah membantu meringankan beban finansial para guru.
Semoga keinginan saya tercapai.
Surabaya, 29 Juli 2010
Martha Pratana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H