Temaram lampu minyak, mengiring sunyi yang di bawa angin
Guratan tinta di atas kertas kusam,
Semakin khusu’ mendekap sedu-sedan
Sengaja, tak sengaja,
Guratan itu merangkai lingkar senyum,
Yang saban hari, saban pagi menyapa dengan lancang!
Tapi, maafkan, dakulah yang lancang!
Diam-diam mencuri pandang, diam-diam menyimpannya di dalam ruang kosong
Lihatlah, sekarang aku merasa bodoh
Ruang kosong itu, mengajakku tertawa
Kadang juga menangis
Sering kali senyum-senyum tidak jelas!
Abstraksi yang lebih abstrak
Dan aku semakin tidak mengerti
Mungkin, ketika aku duduk, aku hanya membaca shalawat
Agar aku tidak linglung saat aku menjumpa senyummu kembali
Haha, lucu!
Senyummu terus terputar bak kaset rusak
Anehnya, ia tidak mengganggu
Malah kelihatan semakin indah
Lumajang, Kota Abadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H