Mohon tunggu...
Marsuki MARSUKI
Marsuki MARSUKI Mohon Tunggu... -

Marsuki, lahir di Gowa Sunggu Minasa, Sulsel, Juni 1961. Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Unhas. Pendidikan Magisteral (DEA) dan Program Doktoral (Ph.D) di Universite de Nice Sophia Antipolis, France, konsentrasi keilmuan Analisa Ekonomi Moneter dan Keuangan Domestik-Internasional. \r\nPekerjaan : Dosen tetap pada Fekon dan PPs Unhas dan universitas terkemuka di KTI dan Jakarta. Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI, Periode 2005-2008 dan 2010-2013). Pernah sebagai konsultan manajemen dan keuangan ADB (LEC Sulsel), Ketua STIM Nitro Makassar, serta Widyaswara di sentra pendidikan BRI Makassar. Pemakalah dalam seminar nasional dan internasional. Menulis 17 buku serta penulis di beberapa harian nasional terkemuka. Pernah melakukan kunjungan kerja profesional ke beberapa Bank Sentral : Inggris (BOE), Belanda (DNB), Perancis (BDF); Jepang (BOJ), New Zealand (RBNZ), dan Amerika Serikat (FED New York dan FED Washington DC.).

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengurai Sistem Ekonomi Kebangsaan Sesuai Amanat Kemerdekaan RI

5 September 2015   15:58 Diperbarui: 5 September 2015   17:36 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengurai Sistem Ekonomi Kebangsaan Sesuai Amanat Kemerdekaan RI

Oleh: Marsuki
(Dosen Fekon dan PPs Unhas)

Tidak terasa bangsa Indonesia sudah merdeka sejak 70 tahun lalu. Selama kemerdekaan itu, berbagai kejadian dan persoalan bangsa telah memberi makna tersendiri bagi masing-masing warga. Namun demikian secara umum diperlukan standar yang dapat dijadikan referensi tentang makna seharusnya dari kemerdekaan bagi rakyat Indonesia.

Dalam perspektif ekonomi, arti kemerdekaan dibaca sebagai tujuan bernegara, termuat dalam pembukaan dan UUD 1945 serta ideologi negara, Pancasila, yaitu “masyarakat Indonesia yang sejahtera secara material dan non material dengan adil”.

Pertanyaannya, apakah hal tersebut sudah dapat dirasakan oleh sebahagian besar rakyat Indonesia?, sepertinya jawabnya belum, sebab masih banyak rakyat hidup dalam kesulitan. Dalam kaitan itu, berikut akan diuraikan beberapa hal dasar mengenai pemikiran, harapan dan rencana para pendiri bangsa untuk membangun ekonomi bangsa.

Pertama, tidak dapat dinafihkan bahwa sistem ekonomi di Indonesia seharusnya didasarkan pada nilai-nilai dasar atau ideologis bangsa Indonesia, sesuai landasan idiil dan konstitusional negara, Pancasila dan UUD 1945. Dalam kaitan itu, maka sistem ekonomi Indonesia seharusnya sejalan dengan komponen nilai-nilai aspek kehidupan masyarakat lainnya, terutama aspek politik yang didasarkan pada prinsip “musyawarah” untuk mewujudkan “keadilan”, serta aspek sosial budaya yang didasarkan pada prinsip “gotong royong” untuk mewujudkan harmonisasi hidup bernegara dan berbangsa. Dalam kerangka fikir tersebut maka sistem ekonomi Indonesia yang diingnkan adalah sistem ekonomi berlandaskan nilai-nilai “kekeluargaan dan kebersamaan”. Jadi bukan sistem ekonomi yang berlandaskan pada kompetisi atau persaingan bebas dan individualisme yang didukung oleh sistem sosial budaya egois atau rakus dan didukung oleh sistem politik demokrasi liberal.

Kedua, dalam melaksanakan amanat sistem ekonomi yang dimaksud, maka pemerintah sebagai penyelenggara negara, harus melakukan pengelolaan dengan pengaturan perekonomian nasional sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 Ayat 1 yang prinsipnya didasarkan pada sistem koordinasi yang berasas “kekeluargaan” dan “kebersamaan”. Jadi bukan dengan mekanisme sistem koordinasi melalui sistem pasar bebas apalagi dengan mekanisme perencanaan terpusat. Sistem koordinasi perekonomian berazas kekeluargaan dan kebersamaan adalah suatu sistem ekonomi yang tidak mengabaikan prinsip rasionalitas ekonomi seperti, efisiensi, keuntungan, kepemilikan pribadi dan persaingan. Jadi aspek dasar sistem ekonomi pasar dibenarkan, namun lebih ditujukan pada tujuan “keadilan”. Sehingga yang berlaku, adalah mekanisme pengaturan yang dapat menjamin terjadinya transaksi secara adil antar pelaku ekonomi, tanpa kecurangan, diskriminasi, kerusakan lingkungan hidup dan sosial ekonomi, kartel, spekulasi dan lainnya yang bersifat merugikan kepentingan rakyat.

Ketiga, dengan sistem pengelolaan perekonomian yang demikian maka diyakini empat persoalan dasar perekonomian negara akan dapat dicarikan solusinya secara optimal, mulai dari persoalan alokasi sumber daya, proses produksi, konsumsi sampai ke persoalan distribusi. Penyelesaian keempat persoalan ekonomi tersebut sangat terkait pada dua hal pokok, yakni ditentukan oleh kemampuan pemerintah sebagai regulator perekonomian untuk menata kepemilikan sumber daya ekonomi yang ada dan kemampuan menata dengan benar peran para pelaku ekonomi agar beraktivitas secara harmonis antar entitas usaha, swasta, koperasi dan BUMN/BUMD, termasuk pihak asing.

Jadi pemerintah harus mampu menata distribusi pemilikan atau penguasaan, serta pengusahaan berbagai sumber daya ekonomi, baik sumber daya alam maupun sumber daya hasil karya manusia sesuai norma-norma hukum positif yg berlaku, agar tercapai keadilan dalam penguasaan dan pengusahaan sumber daya ekonomi tersebut. Seperti termuat dalam UUD 1954, Pasal 33 Ayat 2 dan 3, yang secara jelas mengakui adanya hak negara, komunitas maupun pribadi dalam pemilikan atau menguasaan dan penguasaan sumber daya bangsa. Selain itu, pemerintah harus mampu mengelola peran masing-masing pelaku ekonomi secara adil dengan aturan dan strategi yang tepat sehingga berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan berjalan harmonis dengan tujuan lebih banyak untuk kepentingan masyarakat kebanyakan. Sehingga tidak ada pelaku ekonomi tertentu yang menikmati sumber daya ekonomi secara berlebihan ditengah masyarakat banyak yang kesulitan.

Keempat, tidak dapat dipungkiri bahwa nilai atau norma-norma mekanisme pengelolaan perekonomian yang sesuai amanat kemerdekaan seperti tersebut diatas hanya dapat terlaksana jika berlaku sistem politik pemerintahan dengan azas “demokrasi kerakyatan”, yaitu berdasarkan prinsip musyawarah yang berketuhanan dan berperikemanusiaan, sesuai tatanan nilai-nilai hidup rakyat Indonesia, jadi bukan didasarkan pada system pemerintahan dengan demokrasi liberal yang selama diterapkan.

Kelima, dengan rezim politik pemerintahan demokrasi kerakyatan, maka baru dapat ditetapkan, diatur dan dilaksanakan instrumen-instrumen kebijakan ekonomi yang tepat, sesuai dengan kondisi geografis wilayah nasional dan lokal, kemampuan keuangan masyarakat dan pemerintah, serta nilai-nilai perubahan tatanan perekonomian umumnya. Salah satu kebijaksanaan dasar yang dapat dilakukan, yaitu kebijakan fiskal. Kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang langsung dikelola pemerintah melalui peraturan atau ketetapan pelaksanaan kebijakan anggaran penerimaan dan pengeluaran, yang taat azas efektif dan efisien. Pemerintah harus berupaya menghindari kebijaksanaan fiskal dengan prinsip “lebih besar pasak dari pada tiang”, karena hal tersebut dapat membuat perekonomian nasional ditentukan oleh kepentingan pemilik uang yang meminjamkan dana, ysng dapat menjadi sumber krisis ekonomi dan keuangan. Selain itu, kebijaksanaan dasar lainnya adalah kebijakan moneter, yang bertujuan agar supaya potensi sumber daya keuangan masyarakat, perbankan dan pasar keuangan lain atau non bank, pasar modal khususnya dapat menjadi sumber penggerak sektor riil, serta untuk menciptakan stabilitas nilai mata uang dalam negeri, yaitu inflasi yang rendah termasuk menjaga agar mata uang negara terhadap mata uang luar negeri dapat stabil. Selain itu akan dapat dilaksanakan kebijakan ekonomi sektoral dasar, kebijakan pertanian, industri dan perdagangan, yang akan berjalan harmonis antara satu dengan lainnya, tidak terjadi tumpang tindih kebijakan dan sasaran apalagi saling melemahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun