OBOR memiliki peran strategis sebagai pendukung kebijakan 'Go Global China', penguatan geopolitik, peningkatan eksport ke anggota OBOR khususnya ke negara anggota AIID, penguatan RMB dalam kebijakan moneter dunia, restrukturisasi industri berorientasi ekspor dan menurunkan over supply industry. Bagi RRT, OBOR untuk mendongkrak pertumbuhan ekonominya dari 6,8% ke kisaran 10 % sebagai garansi kesejahteraan bagi 1,39 miliar rakyatnya.
Prospek OBOR bagi Tol Laut
Menghubungkan proyek Tol Laut dengan OBOR tentunya dengan harapan terjadinya peningkatan investasi RRT. Namun kenyataannya, data BPKM menunjukkan sampai di akhir 2017 realisasi investasi PMA Singapura (US$8,44M) masih terbesar, lalu Jepang (US$ 4,99M) masih di atas R.R. Tiongkok (US$ 3,36M).
Lokasi PMA masih pun di dominasi pulau Jawa, yaitu Jawa Barat US$ 2,5M (16,1%), DKI Jakarta US$ 2,0M (13,1%), Banten US$ 1,2M (7,9%), Â lalu Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah masing-masing US$ 1,0M atau 6,2%. Tren sektor PMA masih di empat sektor utama yaitu manufacturing, jasa, pertambangan dan perkebungan.
Menghubungkan Tol Laut dengan OBOR setidaknya menyisakan dua masalah bagi Indonesia. Pertama, masalah terkait TKA dari RRT ke banyak proyek infrastruktur dan energi investasi RRT. Membanjirnya TKA legal dan ilegal bisa memunculkan konflik sosial dengan tenaga kerja lokal.
Kedua, masalah mandegnya agenda reformasi hukum dan birokrasi sehingga menyebabkan proyek bersama Cina-Indonesia mengalami penundaan realisasi investasinya. Proyek High Speed Train (HST) Jakarta -- Bandung adalah contohnya.
Harapan konsep Tol Laut dalam kaitannya dengan inisiatif OBOR ini harus memprioritaskan kepentingan nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia di tahun 2045. Jika proyek OBOR terbukti hanya menguntungkan pihak RRT dan sebagian kecil elit dan kapitalis di Indonesia, maka tidak ada jaminan bahwa pembangunan infrasturktur termasuk Tol Laut akan mendapat dukungan secara nasional.
Terlalu banyak kritik terhadap kualitas produk dan pengerjaan proyek infrastruktur OBOR. Alih-alih OBOR akan memberikan dampak pertumbuhan ekonomi di negara anggotanya, justru negara-negara seperti Srilangka, Djibouti, Kyrgistan, Laos, Maldives, Tajikistan dan Pakistan malah terjerat hutang ke RRT. Srilangka, Djibouti dan Maldives telah menyerahkan pelabuhan yang strategis kepada RRT karena tidak mampu membayar hutang.Â
Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah menyeimbangkan investasi yang tidak terpusat dari RRT, namun dari PMA Singapura, Jepang dan Amerika Serikat yang tidak ada konsekwensi mengikat terkait aset nasional dan penggunaan TKA. Â mbu
Dr. Marsudi Budi Utomo, Departemen Industri, Teknologi dan Energi, Bidang Ekuintek-LH, DPP PKS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H