Konsep Pendulum Nusantara sebagai Konsep kemaritiman Indonesia telah dicanangkan oleh pemerintahan sebelumnya di tahun 2012. Pemerintahan sekarang mematangkan konsep tersebut menjadi Kebijakan Tol Laut.
Konsep keduanya sama yaitu membangun sistem rute pelayaran koridor barat dan timur nusantara dengan menjadikan 6 pelabuhan utama sebagai penghubungnya; pelabuhan Belawan, Batam, Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Makasar dan Sorong.
Keenam Pelabuhan Utama tersebut ditentukan berdasarkan Domestic Container Volumes (DCV), dimana Tanjung Priok dan Tanjung Perak masih menguasai lebih dari 65% dari total DCV. Pelabuhan Utama ini akan dihubungkan dengan pelabuhan SSS (Short Sea Shipping), pelabuhan feeder, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan dan jalur transportasi darat.
Konsep Tol Laut dibagi menjadi dua, yaitu Tol Laut Peti Kemas dan Tol Laut Penumpang & Cruise. Tol Laut Peti Kemas masih terkendala oleh kesiapan pelabuhan, kecukupan muatan, industri perkapalan, pelayaran rutin dan terjadwal, dan akses darat. Sementara Tol Laut Penumpang & Cruise terkendala di sistem pelayaran, transportasi terhubung, tujuan wisata dan komersial, dan spesialisasi layanan.
Indikasi kebutuhan beaya untuk Konsep Tol Laut dalam RPJMN 2015-2019 total sebesar 700 trilyun. Kebutuhan anggaran ini didominasi untuk pengembangan 24 pelabuhan strategis (feeder) Rp. 243,7 trilyun, pengembangan 1.481 pelabuhan non  komersial Rp. 148,1 tryilun, pengadaan kapal-kapal Rp. 101,7 trilyun, dan kebutuhan pendukung lainnya termasuk transportasi multimoda menuju pelabuhan. Pembiayaan Tol Laut yang sangat besar tersebut tidak mungkin ditanggung oleh APBN, tanpa penyertaan investasi dari BUMN, swasta nasional dan asing.
Pemerintah menggesa Tol Laut ini agar memberikan stimulus positif kepada logistik nasional. Meskipun kenyataannya data Logistics Performance Index (LPI) menunjukkan posisi Indonesia merosot  tajam dari urutan 53 ke 63, dengan index 3,08 di tahun 2014 menjadi 2,98 di tahun 2016.Â
Ketimpangan arus muatan masih terjadi antara barat dan timur dimana wilayah Sumatra dan Jawa menguasai 70% logistik nasional. Juga ketimpangan sebaran galangan kapal dimana Sumatra, Jawa dan Kalimantan menguasai 88% sementara Indonesia timur hanya 12%.
OBOR atau One Belt One Road, digagas oleh Presiden RRT Xi Jinping tahun 2013, menggabungkan jalur sutra darat (the Silk Route Economic Belt, SREB) dan jalur sutra laut (the 21st-century Maritime Silk Route, MSR). OBOR dibeayai dari sumber dana RRT dari China Development Bank, Export Import Bank of China, Silk Road Fund dan dari negara-negara anggota OBOR yang bergabung dalam AIIB (The Asian Infrastructure Investment Bank).
Indonesia telah menjadi anggota AIIB Â bersama 56 negara lainnya sejak diluncurkan RRT tahun 2015. AIIB yang berbasis di Beijing bersama dengan New Development Bank yang berbasis di Shanghai telah membukukan dana total $150 miliar untuk pendanaan proyek OBOR ini.
OBOR ini menjadi sangat signifikan karena membangun proyek-proyek besar di sektor transportasi dan energi: jalan, jembatan, saluran pipa gas, pelabuhan, kereta api, dan pembangkit listrik. Prestasi yang ditorehkan project OBOR ini adalah selesainya mega infrastruktur jembatan tol Hong Kong -- Zhuhai -- Macao Bridge (HZMB) yang menghubungkan Hongkong dan Macao dengan waktu tempuh hanya 45 menit.