Bagaimana legalitas geospatial Loon di kawasan udara RI? Di era wireless-sensor-network (WSN), apapun bisa dijejaringkan dan apapun bisa menjadi data penting yang bisa didapat dari beragam sensor dalam suatu wireless-device. Maka, baloon yang membawa BTS angkasa itu tidak hanya bisa melayani rakyat di wilayah terpencil untuk mengakses internet, tetapi bisa juga dipakai untuk menerima pancaran informasi dari ratusan devices yang memuat beragam sensor mineral yang bisa disebar untuk kurun waktu tertentu.
UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengatur bahwa pengumpulan data geospasial harus memperoleh izin apabila dilakukan di daerah terlarang RI karena berpotensi menimbulkan bahaya; atau menggunakan wahana milik asing selain satelit.
Juga Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2014 yang mengatur pelaksanaan UU data geospatial itu menyebutkan kegiatan pengumpulan data geospatial yang menggunakan wahana milik asing selain satelit meliputi wahana darat, air wahana udara milik asing harus mendapatkan ijin menteri. Dalam hal kegiatan pengumpulan data geospatial yang berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengembangan oleh orang asing, mekanisme izin dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi, jika Google Balloon itu dapat diidentifikasi sebagai "wahana milik asing", maka perlu perizinan seperti diatur di atas. Apalagi jika yang diambil foto udaranya mencakup "daerah terlarang", diantaranya kawasan terkait pertahanan dan keamanan.
Oleh Marsudi B. Utomo, Ketua Departemen Tekno Industri dan Energi Ekuinteklh DPP PKS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H