Mohon tunggu...
Marshel Leonard Nanlohy
Marshel Leonard Nanlohy Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Finding God In All Things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bunga Padma (Cerita Pendek)

23 Juli 2024   09:40 Diperbarui: 23 Juli 2024   14:01 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Seandainya ada yang bilang bahagia itu sederhana, mereka bohong. Iya sih, bahagia memang ampuh untuk bikin orang tersenyum, bahkan tertawa terbahak-bahak. Tapi di waktu yang bersamaan, bahagia juga bisa kok bikin orang menangis sesenggukan. Contohnya aku, yang ketika itu sedang merayakan wisuda, justru menangis karena bahagia. Menurutku, kebahagiaan itu emosi yang rumit, bahkan jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan kesedihan. Perlu kecerdasan emosional tinggi untuk menemukan kebahagiaan melalui hal-hal sederhana.

Terkadang, orang terlalu melebih-lebihkan perasaan bahagia, sehingga rasa lain luput dari pikiran dan hati mereka. Misalnya, kalau mendengar kata "perayaan", pasti yang ada di pikiran kita hanyalah sesuatu yang bahagia. Jarang sekali aku mendengar kata-kata seperti, "orang itu sedang merayakan kesedihan", atau "mereka baru saja merayakan kemarahan", apalagi "gadis kecil itu masih merayakan kematian".

Menurutku, orang-orang keliru mengartikan kebahagiaan. Mereka terlalu terlena dengan euforia yang dibawa oleh rasa bahagia. Seolah manusia tidak bisa merayakan perasan lain di luar kebahagiaan. Itulah alasannya, kenapa orang lebih terbiasa dengan istilah: bahagia itu sederhana.

Padahal, kalau mau diresapi lagi, yang lebih sederhana justru kesedihan. Buktinya, kehidupan seorang bayi yang baru saja lahir ke dunia, justru ditandai dengan sebuah tangisan, bukan senyuman, apalagi tertawa. Aku yakin, semua dokter di dunia pasti akan kaget apabila menemukan bayi yang langsung tertawa setelah keluar dari perut ibunya.

Lucu ya, kita sering lupa kalau kebahagiaan yang paling murni, justru bermula dari pecahan tangis, bukan tawa.

Selama dua puluh lima tahun hidup, aku belum pernah dihampiri oleh kebahagiaan. Sejauh ini, kebahagiaan selalu meminta untuk ditemukan. Misalnya waktu ibu meminta tolong padaku untuk membujuk ayah, menenangkannya agar tidak marah-marah setiap pagi. Akhirnya, aku turuti kemauan ibu, supaya ibu bisa lebih bahagia. Lain lagi ketika anjing kesayanganku, Popito, merengek meminta masuk ke dalam rumah. Sekali lagi, aku turuti kemauan Popito, yang bahkan adalah seekor anjing, untuk memberikan kebahagiaan kepadanya.

Aku rajin memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Sebaliknya, aku sendiri tidak pernah mendapatkan kebahagiaan yang diberikan oleh orang lain. Pernah sekali waktu, aku meminta ayah untuk membelikanku sepatu, tapi dia malah memarahiku. Katanya, aku tidak bisa memahami kondisi keuangan keluarga saat ini. Untuk kesekian kalinya, kebahagiaan itu lenyap lagi.

Kendatipun selalu gagal menemukannya, proses mencari kebahagiaan adalah sesuatu yang menyenangkan untukku. Setidaknya, proses itulah yang menjadi alasan kenapa aku tetap semangat menjalani hidup.

Orang-orang bilang kebahagiaan akan datang dengan sendirinya, dia akan menemukanmu tanpa harus dicari, kebahagiaan akan menemukan jalannya menuju dirimu. Omong kosong.

Sekali lagi aku bilang, mereka berbohong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun