Penyelesaian masalah Rohingya harus menjadi bagian dari penyelesaian krisis politik  Myanmar. Reintegrasi etnis Rohingya ke dalam masyarakat Myanmar harus menjadi bagian dari agenda dialog nasional komprehensif yang dipimpin oleh ASEAN melalui lima poin kesepakatan yang disepakati sebagai solusi  krisis politik Myanmar. Kepulangan pengungsi Rohingya dari Bangladesh harus difasilitasi secara sukarela, dengan cara yang aman dan bermartabat. ASEAN harus memainkan perannya dan ASEAN tidak akan pernah melupakan Rohingya.Â
Penolakan Warga Aceh Terhadap Para Pengungsi Rohingya Dilihat dari Sudut Pandang Filsafat Ilmu
a. Ontologi
Dilihat dari sifat objek, eksistensi nyata dalam konteks sosial, dan gagasan bahwa realitas sosial dikonstruksi secara kolektif melalui interaksi manusia. Penolakan terhadap pengungsi dipahami sebagai bagian dari struktur sosial di mana asumsi, nilai, dan keyakinan tertentu mempengaruhi cara masyarakat memandang 'kelompok asing' seperti pengungsi. Juga diartikan sebagai akibat dari struktur sosial dimana kelompok-kelompok di Aceh mengembangkan pemahaman dan persepsinya terhadap pengungsi Rohingya melalui proses sosial dan budaya.Â
b. Epistemologi
Penolakan masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya dapat dipahami sebagai produk informasi yang mereka terima dari berbagai sumber, yang mempengaruhi pembentukan pemahaman mereka terhadap situasi tersebut. Penolakan pengungsi Rohingya ditentukan oleh bagaimana pemahaman mereka dibentuk oleh pengalaman langsung dan informasi yang mereka terima. Penolakan pengungsi Rohingya dipengaruhi oleh penilaian subjektif terhadap keakuratan informasi yang diterima, atau adanya perbedaan penafsiran terhadap situasi.
c. Aksiologi
Penolakan terhadap pengungsi Rohingya dapat dipahami sebagai akibat dari nilai-nilai regional, budaya, agama, dan politik yang mungkin tidak sejalan dengan keberadaan dan penerimaan kelompok pengungsi. Penolakan ini bisa disebabkan oleh kuatnya identitas lokal dan nilai-nilai budaya yang dianggap berbeda. Penolakan ini dapat dianalisis sebagai konflik antara nilai-nilai seperti solidaritas kemanusiaan dan keadilan dengan nilai-nilai lain seperti keamanan regional dan pertimbangan ekonomi. Penolakan masyarakat Aceh terhadap pengungsi Rohingya mungkin mencerminkan sikap tanggung jawab sosial terhadap pengungsi Rohingya yang bertentangan dengan kepentingan dan prioritas lokal.
Kesimpulan
Pengungsi Rohingya tidak mendapatkan akses pendidikan, pekerjaan, dan status sosial yang jelas di mata Pemerintah Myanmar. Ketidakjelasan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan. Konflik tersebut terjadi di negara bagian Rakhine, tempat mereka tinggal. Bangladesh menjadi tempat pengungsian terbesar di dunia, namun Bangladesh tidak dapat memenuhi ekspektasi Pengungsi Rohingya. Pada akhirnya, Etnis Rohingya berlayar mencari kehidupan yang lebih baik ke nagara ASEAN, termasuk Indonesia. Aceh menjadi tempat yang tepat bagi mereka dengan kedekatan geografis yang mendukung. Selain itu, adanya kesamaan agama dan rasa dermawan dari masyarakat Aceh menjadi pemikat hati Pengungsi Rohingya untuk meminta perlindungan Indonesia.Â
Masalah kemudian timbul setelah oknum pengungsi Rohingya melakukan hal yang tidak sesuai syariat. Hal ini menyebabkan penolakan dari masyarakat Aceh atas kedatangan mereka. Pemerintah Aceh terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat mengenai masalah ini, namun masyarakat Aceh perlu bersabar dalam menghadapinya. Indonesia tidak bisa mengatasi ini sendirian, perlu ada koordinasi lanjutan dengan ASEAN, UNHCR, negara tujuan para pengungsi, dan Myanmar dalam mengatasi krisis ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H