Mohon tunggu...
Marshalleh Adaz
Marshalleh Adaz Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati - Penggiat : Sejarah, Budaya, Cagar Budaya, Permuseuman, Literasi

Menaruh minat terhadap dinamika kecagarbudayaan, sejarah, kebudayaan, permuseuman, literasi dan perkembangan sosial; khususnya terhadap Kota Padang, sebuah kota pesisir pantai Pulau Sumatra di Sumatra Barat. Instagram Padang Lamo Facebook Marshalleh Adaz Tik Tok Marshalleh Adaz You Tuber Padang Budaya Penggagas dan menginisiasi berdirinya Galeri Arsip Statis Kota Padang PADANG KOTA 100 BENTENG

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyerangan Loji dan HUT Kota Padang Ke 354

3 September 2023   03:31 Diperbarui: 3 September 2023   05:15 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesan yang ditimbulkan oleh bangunan loji Belanda ini adalah kantor dagang yang merangkap sebagai benteng. Sebab ini bisa diterima indikasi tersebut karena adanya tembok tebal dan tinggi, menara pengawas pada setiap sudut, parit yang dalam, penjagaan yang selalu siaga, bermarkasnya tentara dan marinir Belanda, serta beberapa bangunan untuk pejabat maupun gudang. Berdirinya loji yang lengkap ini menggambarkan begitu pentingnya posisi Padang dalam kegiatan VOC diwilayah barat Sumatra. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa sejak perempat akhir abad ke17 Padang memang telah tumbuh menjadi pusat kegiatan politik dan ekonomi kompeni. Dari kota inilah berbagai kebijakan politik dan ekonomi dirumuskan dan diputuskan.

Peta Posisi Loji

(Sumber: Padang Kota Tercinta, AA Navis dkk, 1973)

 Loji tersebut sekarang sudah tidak ada. Bahkan bekas dan jejaknya tidak ditemukan. Beberapa tulisan sejarah dan sebuah peta lama yang menguatkan jika di Kota Padang pernah ada loji. Disinyalir, salah satu tapak loji itu tepat berada di bekas Padangsche Spaarkbank.  Sebuah bank swasta pernah juga berkantor di bangunan ini. Lokasinya adalah pertigaan jalan ujung timur Batang Arau arah ke klenteng.

Hancurnya Loji

Keberanian pribumi cenderung terabaikan untuk dipublikasikan. Seakan kisah kepahlawanan itu ditujukan kepada seseorang, atau yang menjadi penggerak sebuah aksi perlawanan. Sejarahnya sulit ditemukan karena pada saat peristiwa itu terjadi setiap orang berjuang untuk kemerdekaan yang murni berasal dari hati nurani. Setiap orang baik di dalam kota maupun yang berada di luar Padang kota telah merasakan dampak dengan kehadiran loji itu. Monopoli VOC dan perlakuan sewenang-wenang telah membuat kesabaran masyarakat sampai pada puncaknya. Orang-orang yang berasal dari Koto Tangah dan Pauh (sekarang Pauh dan Kuranji) dan dibantu oleh warga Padang sendiri mengadakan serangkaian penyerangan besar-besaran. Loji itu hancur dalam dua kali penyerangan. Serangan pertama terjadi pada tengah malam 7 Agustus sampai dinihari 8 Agustus 1669. Serangan kedua pada tahun 1670 (Rusli Amran, 1986 :330).

Loji yang sedemikian kokoh dan kuat berhasil dibakar habis. Walaupun pada saat itu VOC berhasil melenyapkan pengauh Aceh dalam persaingan perniagaan atas wilayah Padang. VOC ternyata lalai dan melupakan karakter orang pribumi yang dijajahnya. Rakyat Koto Tangah dan Pauh adalah orang-orang yang gigih, anti penjajah asing dan keras kepala.

Belanda yang sering dipameokan dengan "ibarat Belanda sudah dikasih hatiminta tanah", melakukan adu domba dan pandai mengambil hati, ternyata kehebatannya itu tidak bisa sepenuhnya digunakan kepada rakyat Minangkabau yang tidak mau diatur dan senang memberontak. Belanda harus menerima kenyataan yang tidak sama dengan daerah jajahan lainnya. Diminangkabau Belanda dipusingkan dengan banyaknya raja dan penghulu, orang kaya, sultan dan sebagainya dalam mencari kata sepakat baik untuk berdagang atau urusan lainnya.

 Belanda memang gigih untuk menduduki daerah Minangkabau, ini terbukti dengan berhasilnya mencapatkan kata sepakat dengan Pagaruyung sebagai pusat kerajaan Minangkabau. Belanda bersedia mengakui dan menghormati kekuasaan raja tapi dengan imbalan Raya di Pagaruyung juga harus mengakui pengangkatan Urang Kayo Kaciak sebagai panglima di Kota Padang pada tanggal 18 September 1667.

Abraham Verspreet sebagai kepala VOC waktu itu yang berhasil mempengaruhi raja, kemudian memberi gelar "Yang Dipertuan Gagah" dengan pangkat Mantri Raja sekaligus wakil multak raja Minangkabau. Verspreet dalam setiap tindakannya selalu bertindak atas nama raja Minangkabau yang berdaulat dalam setiap tindakannya. Salah satunya mendirikan loji di kawasan Muaro Padang, yang lebih difungsikan sebagai pusat kemiliteran. Sejak pendirian loji ini VOC Belanda semakin sewenang-wenang mengatur perdagangan dan keamanan. Seakan Belanda sudah diatas angin, bisa bertindak semaunya. Mereka tidak menyadari bahwa orang Padang, Pauh dan Koto Tangah selalu menunjukan reaksi perlawanan.

Penyerangan yang dilakukan malam itu telah direncanakan sematang mungkin dan sempurna. Ditambah dengan dukungan raja Pagaruyung sendiri yang merasa telah ditipu oleh bujuk rayu Verspreet. Dalam beberapa pertemuan penyusunan rencana penyerangan juga dihadiri oleh Barbangso Rajo yang mewakili Raja Pagaruyung. Kehadiran tokoh ini juga didukung oleh beberapa orang bekas panglima tentara Aceh yang memilih bergabung dan tidak pulang kenegerinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun