Ilmu-ilmu logika juga tidak terlihat dalam konteks agama kecuali setelah para pembawa dan penulis ilmu tersebut mendokumentasikannya dalam bentuk buku. Hal ini terbatas pada kalangan Ajam saja. Sebaliknya, bangsa Arab cenderung meninggalkan hal ini, kecuali bagi orang-orang Ajam yang sudah menjadi Arab atau yang dikenal dengan istilah mu'arrab.
Keadaan tersebut masih berlangsung di kalangan orang-orang Ajam dan di wilayah-wilayah mereka, seperti Irak, Khurasan, dan daerah Ma wara'a An-Nahr. Namun, ketika wilayah-wilayah ini runtuh dan peradaban mereka menghilang, telah menjadi rahasia Allah dalam menghasilkan ilmu dan karya, maka ilmu secara keseluruhan pun lenyap dari orang-orang Ajam. maka hilanglah ilmu dari orang Ajam secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena ilmu hanya terdapat di daerah yang memiliki peradaban yang baik.
Pada saat itu, tidak ada yang lebih maju daripada Mesir. Mesir adalah pusat peradaban dunia, pusat Islam, dan sumber pengetahuan. Sisa-sisa peradaban dapat ditemukan di daerah Ma Wara'a An-Nahr yang berada di bawah pemerintahan negeri di sana. Di daerah ini, terdapat kemajuan dalam ilmu dan karya yang tidak dapat disangkal.
Hal ini dikemukakan oleh sebagian ulama mereka yang tulisannya masih ada dan sampai kepada kita, seperti Sa'duddin At-Taftazani. Namun, tidak ada keterangan yang pasti mengenai ulama lain yang berasal dari kalangan Ajam setelah Al-Imam bin Al-Khatib Nashiruddin Ath-Thusi. Dengan demikian, dalam Kitab Muqaddimah karya Ibnu Khaldun berpendapat bahwa keilmuan dan kemajuan peradaban pada masa itu lebih banyak terdapat di kalangan Ajam daripada kalangan Arab.