Mohon tunggu...
Marsha AuraAspsya
Marsha AuraAspsya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

happiness belongs to those who are grateful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai dan Norma Konstitusional UUD NKRI 1945

24 Oktober 2023   00:12 Diperbarui: 24 Oktober 2023   01:28 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nilai adalah sesuatu yang dijadikan sebagai panduan dalam hal yang mempertimbangkan keputusan di kemudian hari. Nilai juga disebut sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, karena mencangkup dari pemikiran seseorang. Norma adalah aturan yang berlaku di masyarakat. Aturan yang dibuat bertujuan untuk membuat kehidupan masyarakat aman dan tertib. Konstitusi adalah sekumpulan undang-undang yang mengatur bagaimana pemerintah beroperasi. Karena undang-undang ini mengatur hal-hal yang sangat mendasar, konstitusi juga disebut sebagai hukum dasar yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan negara.

Pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan, konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi menjadi dua (2) bagian: membagi kekuasaan negara dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa negara. Dia juga mengatakan bahwa bagi mereka yang melihat negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi kekuasaan, konstitusi dapat dianggap sebagai lembaga atau kumpulan asas yang membentuk batas kekuasaan.

Dalam kehidupan berbangsa-negara di Indonesia, konstitusi diperlukan karena memiliki fungsi-fungsi penting, antara lain:

1. Landasan konstitusionalisme---adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik dalam arti luas maupun sempit.

2. Membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga kekuasaan tidak digunakan sewenang-wenang;

3. Memberikan dasar hukum untuk perubahan masyarakat yang akan datang;

4. Menciptakan landasan untuk pemerintahan negara melalui sistem ketatanegaraan yang dijunjung tinggi oleh semua warga negara; dan

5. Menglindungi hak asasi warga negara.

Nilai-nilai Konstitusi.

Karl Laewenstein menyatakan bahwa konstitusi memiliki tiga tingkat nilai, yaitu:

A. Nilai Normatif: Ini berarti bahwa peraturan hukum harus dipatuhi oleh masyarakat karena jika tidak, itu tidak akan pernah terwujud. Jadi normatif jika konstitusi negara diterima secara resmi dan berlaku bagi rakyatnya dalam arti sepenuhnya.

B. Nilai Nominal: Ini berarti nilai itu hanya disebutkan namanya dan tidak nyata. Dengan kata lain, konstitusi tersebut benar secara hukum, tetapi tidak diterapkan sebagaimana mestinya, sehingga tidak lengkap.

C. Nilai Konstitusi yang Bersifat Semantik: Konstitusi yang bersifat semantik hanyalah memberi bentuk konstitusi yang berlaku dan diperlukan secara keseluruhan.

Konstitusi mengatur organisasi negara, hak asasi manusia, dan bagaimana mengubah UUD; kadang-kadang, ia melarang mengubah aspek tertentu dari UUD, cita-cita rakyat, atau asas ideologi negara. Pada awal era reformasi, ada tuntutan untuk mengubah UUD NRI 1945 karena dianggap tidak memenuhi syarat untuk kehidupan demokratis, pemberdayaan rakyat, dan penghormatan terhadap HAM. Selain itu, ada pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 yang dapat ditafsirkan dengan cara yang berbeda, yang memungkinkan praktik KKN dan pemerintahan otoriter, sentralistik, dan tertutup. Oleh karena itu, selama empat kali perubahan, MPR melakukan perubahan secara bertahap dan sistematis.

Amandemen UUD 1945: UUD 1945 terdiri dari 38 bab, 37 pasal, dan 64 ayat sebelum diubah empat kali. Setelah diubah, itu menjadi 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, tiga pasal aturan perakitan, dan dua pasal aturan tambahan.

Empat perubahan terhadap UUD 1945 adalah sebagai berikut:

Amandemen I

Amandemen Pertama dibuat selama Sidang Umum MPR yang berlangsung dari 14 hingga 21 Oktober 1999. Sembilan pasal diperbaiki dalam amandemen pertama; mereka adalah pasal 5, 7, 9, dan 13. Selanjutnya, pasal 13, 15, 17, 20, dan 21. Dua perubahan penting terjadi: otoritas untuk membentuk undang-undang beralih dari Presiden ke DPR dan masa jabatan presiden dibataskan pada 5 tahun. Presiden hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode jabatan.

Amandemen II

Amandemen kedua dibuat selama Sidang Tahunan MPR dari 7-18 Agustus 2010. Amandemen tersebut mencakup enam bab perubahan dan lima belas pasal tambahan atau perubahan. Ada delapan perubahan yang signifikan, yaitu desentralisasi dan otonomi daerah. pengakuan dan penghormatan terhadap pemerintahan daerah yang unik, kesatuan masyarakat hukum adat, dan hak-hak tradisionalnya. Deklarasi NKRI sebagai sebuah negara kepulauan dengan ciri-ciri Nusantara dengan wilayah yang memiliki batas-batas dan hak-haknya yang ditetapkan secara hukum. Perluasan jaminan hak asasi manusia yang diberikan oleh Konstitusi. Sistem pertahanan negara. Struktur dan fungsi TNI berbeda dengan Polri. Bagaimana bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan diatur.

Amandemen III

Amandemen ketiga Sidang Umum MPR berlangsung dari 1 September hingga 9 September 2001. Ada 23 pasal yang diubah atau ditambahkan, serta tiga bab baru. Di antara perubahan penting yang dilakukan adalah sepuluh hal berikut: penegasan bahwa Indonesia adalah negara demokratis berdasarkan konstitusionalisme; perubahan struktur dan wewenang MPR; pemilihan presiden dan wakil presiden langsung; sistem pemakzulan presiden dan wakil presiden; pembentukan Dewan Perwakilan Daerah; perubahan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan; perubahan proses pemilihan dan penetapan hakim agung. Pendirian Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Komisi Yudisial

Amandemen IV

Amandemen keempat Sidang Umum MPR berlangsung dari 1 hingga 9 Agustus 2002. Ada sebelas pasal, termasuk tiga pasal yang berkaitan dengan aturan peralihan, dua pasal tambahan, dan dua bab peruban. Amandemen UUD 1945 tersebut relatif singkat dalam empat kalinya. Sidang MPR berlangsung alot dan penuh argumen, tetapi tidak banyak kendala yang muncul selama pembahasannya.

Kesimpulannya yaitu jika suatu konstitusi memiliki nilai normatif apabila seluruh rakyat negara tersebut percaya bahwa konstitusi itu benar-benar murni dan berlaku. Konstitusi itu harus dipatuhi dan dijunjung tinggi tanpa cela.

Jika beberapa pasal konstitusi tidak dilaksanakan dengan benar, konstitusi tersebut memiliki silai nominal. Namun, jika konstitusi negara hanya berfungsi sebagai kekuasaan negara, konstitusi tersebut dapat dianggap memiliki silai semantic. Ada, tetapi hanya untuk pemimpin negara. Konstitusi yang memiliki nilai nominal termasuk dalam Konstitusi 1945. Ada beberapa pasal yang belum diterapkan dengan, karena dalam kenyataannya sebagai dasar pengaturan dan keberlakuannya sebagaimana harusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun