Saya dan rombongan bergegas mendekat ke kawah, mengambil beberapa foto di tepian kawah yang dipagari kemudian sejenak memandangi kuali super besar yang terus menggelegak tersebut. Selintas terbersit dalam pikiran saya sebuah pertanyaan "Kalau misalnya ada seseorang yang tercebur ke dalam sana bagaimana ya..?" Duh, baru membayangkannya saja sudah terasa ngerinya. Oleh karena itu, pengunjung benar-benar dituntut kewaspadaan serta kepatuhannya terhadap berbagai peringatan yang sudah ditulis di papan-papan peringatan. Perlu diwaspadai pula bahwa permukaan tanah di sekitar kawah sangat licin, apalagi jika cuaca gerimis seperti saat saya berkunjung. Oleh karena itu, pengunjung harus benar-benar memperhatikan langkahnya serta memakai alas kaki yang sesuai agar tidak terjatuh. Apabila terpeleset dan jatuh di atas tanah berlapis sulfur dan belerang, bisa dijamin kalau pakaian tersebut akan cukup sulit dibersihkan dan pastinya berbau seperti telur busuk.
     Â
Saat melihat ke arah lain, saya melihat ada sebuah puncak bukit di dekat kawah yang banyak didaki oleh pengunjung lainnya. Saya pun mengajak kakak sepupu saya untuk mendaki ke puncak bukit tersebut. Berdua, kami pun mulai menapi jalan setapak yang super licin untuk menuju puncak bukit. Bukit tersebut tidak terlalu tinggi, mungkin hanya sekitar 100-120 meter tingginya namun tidak ada tangga atau pun sesuatu yang dapat dijadikan pegangan. Belum lagi permukaan tanah yang licin di tambah kerikil-kerikil tajam yang akan terus bergerak jika diinjak semakin membuat 'pendakian' mini ini menantang. Setelah cukup bersusah payah mendaki, kami pun sampai di puncak bukit. Pemandangan dari atas bukit ini ternyata lebih indah. Dari puncak bukit ini kami dapat melihat segala penjuru lahan bekas kawah dan bangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) yang terus mengepulkan asap tebal berwarna putih.ÂÂ Â Â Â Â Â Â
Ketika kami berada di puncak bukit, cuaca gerimis tipis, kabut mulai turun ditambah asap dari kawah yang membubung naik. Hal tersebut menciptakan efek spektakuler yang menyebabkan kami berdua seperti berada di dunia lain. Kami pun bergantian mengambil foto. Perlu diperhatikan oleh pengunjung ketika berfoto di atas bukit bahwa tidak ada pagar pengaman di puncak. Oleh karena itu, tetap waspada ketika berfoto terutama ketika membelakangi tepian jurang sedalam belasan meter yang langsung mengarah ke bekas kawah yang mungkin masih aktif.ÂPuas berfoto, kami bergegas turun sebelum gerimis berubah menjadi hujan. Di sinilah perjalanan menantang dimulai. Seperti sudah saya sebutkan di awal, permukaan tanah bukit ini sangat licin dengan kerikil tajam yang terus bergerak ketika diinjak. Ditambah lagi kebetulan hari itu saya memakai sepatu yang permukaan solnya sudah cukup halus karena saking seringnya dipakai. Jadilah perjalanan turun harus saya tempuh selama nyaris setengah jam, nyaris dua kali lipat waktu tempuh ketika mendaki tadi. Meski begitu, saya lebih mengutamakan keselamatan dibandingkan kecepatan menuruni bukit. Ketika sampai di bawah, gerimis mulai menderas. Kami pun berlari-lari menuju pasar kecil di dekat pintu keluar untuk berteduh. Kami tak ingin pakaian kami basah karena suhu di kawasan Dieng akan merosot cukup jauh ketika hujan, sehingga dapat dibayangkan seperti apa dinginnya dan bagaimana efeknya jika pakaian kami basah.
Â
Di pasar kecil ini pengunjung dapat menjumpai penjual yang menjual berbagai produk lokal, mulai dari makanan, kerajinan tangan, sampai berbagai cinderamata yang menarik. Makanan khas Wonosobo pun dapat ditemukan dengan mudah di sini seperti tempe kemul, manisan carica, keripik jamur, kentang, cabai dieng, dan lain-lain. Salah satu yang menarik perhatian kakak sepupu saya adalah bunga edelweis yang sudah dirangkai sedemikian rupa bahkan diwarnai. Kakak sepupu saya ini tertarik untuk membeli bunga edelweis tersebut. Selagi bertransaksi dengan penjualnya, saya bertanya dimana penjual bunga edelweis tersebut mendapatkan stok bunga edelweis. Menurut informasi yang diberikan penjual tersebut, mereka biasa memetik bunga edelweis di sebuah kawasan yang mereka sebut kaki gunung. Saya tidak tahu dimana tepatnya dan enggan bertanya lebih lanjut karena saya sudah tahu bahwa tidak akan mendapatkan jawaban yang saya mau. Cukup miris sebenarnya mengetahui bahwa bunga-bunga cantik itu dipetik dan diperjualbelikan. Padahal sudah menjadi kesepakatan bersama, terutama dikalangan pendaki serta pecinta alam, untuk tidak memetik vegetasi endemik dengan alasan apapun dan dengan jumlah sesedikit apapun.ÂAkhir Petualangan Sehari
Puas dengan perjalanan hari itu, kami memutuskan untuk pulang. Ketika kami mulai meninggalkan kawasan wisata Dieng, gerimis mulai berubah menjadi hujan deras. Beruntung kami sudah menyelesaikan perjalanan kami. Hari itu merupakan salah satu akhir tahun yang paling berkesan bagi saya. Tidak hanya soal kedekatan dengan anggota keluarga, namun juga berbagai pengetahuan yang saya dapatkan dari pembicaraan dengan mereka maupun dengan melihat (membaca) berbagai sumber demi bisa menjadi tuan rumah serta tour guide yang baik bagi mereka.
Dieng, Takhta Berselubung Halimun Bagi Para Dewa
Dieng merupakan tempat yang luar biasa indah. Hari itu, saya hanya bisa mengunjungi tiga dari sekian banyak keindahan Dieng. Bagi para traveler dan penyuka kegiatan fotografi, kegiatan alam, dan sejarah budaya, Dieng tidak akan mengecawakan untuk dikunjungi. Beberapa rekomendasi destinasi wisata yang harus dikunjungi ketika ke Dieng antara lain puncak Sikunir, Gunung Prau, air terjun Sikarim, Festival Dieng Negeri di Atas Awan (Dieng Culture Festival) , Telaga Merdada, kawah Sileri dan beberapa lokasi kemah yang banyak tersedia di kawasan Dieng dan kaki Gunung Prau. Bagi para pengunjung yang datang dari luar kota, jangan khawatir soal penginapan. Di kawasan wisata Dieng banyak terdapat hotel maupun vila yang dapat disewa atau pilihan lainnya adalah menginap di pusat Kabupaten Wonosobo.
      Â
Kawasan Dieng akan ramai dikunjungi turis lokal maupun mancanegara ketika Festival Dieng Negeri di Atas Awan dimulai. Biasanya festival ini digelar antara bulan Agustus hingga September setiap tahunnya. Festival ini menyediakan berbagai pertunjukan berbasis adat dan budaya seperti prosesi pemotongan rambut gimbal (gembel), pertunjukan wayang kulit, pesta lampion dan kembang api, serta pertunjukan musik jazz. Festival ini selalu berhasil menarik perhatian turis lokal maupun mancanegara, sehingga dijadikan sebagai salah satu daya tarik utama Dieng.ÂYogyakarta, 18 Maret 2021