Mohon tunggu...
Marsella Wahyu D.W.
Marsella Wahyu D.W. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis amatir yang ingin unjuk gigi

Mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dieng, Takhta Berselubung Halimun bagi Para Dewa

18 Maret 2021   16:25 Diperbarui: 18 Maret 2021   17:54 4079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://www.negerikuindonesia.com/2015/06/tempe-kemul-jajanan-khas-dari-wonosobo.html

Hari itu, kompleks Candi Arjuna ramai dikunjungi. Cuaca yang sangat cerah, matahari yang terik, udara sejuk, serta pemandangan menawan memang cocok digunakan sebagai latar foto. Jadilah kami sekeluarga berfoto di berbagai sudut kompleks. Beberapa kali saya harus rela menjadi tukang foto dadakan karena Bulik dan keluarganya sangat senang berfoto bersama. Sementara kami asyik berpose di depan kamera, Bapak dan Ibu saya memilih untuk berteduh di pinggir pelataran yang ditumbuhi rumpun bambu hias. Mereka berdua duduk di atas tanah pelataran candi yang ditanami rumput jepang. Karena tekstur rumput jepang yang tebal dan empuk, banyak pengunjung yang menggelar tikar atau langsung duduk tanpa alas di atas hamparan 'karpet bulu' tersebut. Setelah puas berfoto, Bulik dan keluarganya mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.

Ketika kami berkendara menuju destinasi berikutnya, saya melihat ada satu bangunan candi yang letaknya di atas bukit tepat di pinggir jalan yang kami lalui. Saya pun meminta Bapak saya untuk menepikan mobil kemudian mengunjungi bangunan candi yang menyendiri tersebut. Setelah menaiki beberapa anak tangga, saya membaca sebuah papan nama candi yang bertuliskan Candi Bima.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Candi Bima merupakan candi terbesar dan termegah diantara semua candi yang terdapat di kompleks Candi Dieng. Selain terpisah dari candi-candi lainnya, arsitektur candi ini juga berbeda dari candi-candi di Dieng maupun di Jawa. Bangunan candi ini lebih mirip dengan candi-candi yang ada di India dengan ciri khas bentuknya seperti piramida atau semakin ke atas bentuknya semakin mengecil (mengerucut). Bangunan Candi Bima ini dipercaya digunakan untuk melakukan ritual keagamaan yaitu upacara pradaksina.

 Lagi-lagi saya menjadi fotografer dadakan bagi Bulik sekeluarga. Yahhh, dengan senang hati saya lakukan karena mau bagaimana pun juga saya yang termuda di antara rombongan tersebut, jadi sekalipun tidak dengan senang hati mau tidak mau saya juga yang harus menjadi fotografer bagi mereka. Setelah puas berfoto ria, kami kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan kami. 

Candradimuka yang Menggelegak

Waktu menunjukkan pukul 12.46 WIB. Seperti dugaan awal saya, langit cerah dan matahari terik seketika tersaput mendung dan kabut tipis. Kami memutuskan untuk menyudahi petualangan kami hari ini dengan mengunjungi destinasi terakhir yaitu kawah Sikidang. Perjalanan yang kami tempuh dari kompleks candi Dieng ke kawah Sikidang tidak begitu lama, hanya sekitar 15-20 menit berkendara. Namun, menurut saya hal tersebut dikarenakan padatnya lalu lintas jalan serta kondisi jalanan yang cukup jelek. Ya, meskipun Dieng merupakan kawasan wisata, masih ada beberapa bagian jalan yang berlubang yang menyebabkan kendaraan pengunjung harus menurunkan kecepatan ketika melewatinya.

Sampai di pelataran parkir, kami segera mencari lokasi yang tepat untuk memarkirkan mobil. Butuh waktu cukup lama untuk memindai tempat yang kosong, beruntung ada petugas parkir yang membantu mengarahkan kami. Setelah mendapatkan tempat parkir, kami pun mengantre untuk membeli tiket masuk. Harga tiket masuk ke kawasan kawah Sikidang sedikit lebih mahal dari destinasi wisata sebelumnya yaitu Rp 15.000 per orang dan biaya parkir sebesar Rp 5000 untuk mobil dan Rp 3000 untuk sepeda motor. Oh ya, kawah Sikidang merupakan kawah yang memiliki kandungan sulfur (belerang) yang tinggi. Oleh karena itu kawah ini mengeluarkan bau yang bisa dibilang mirip seperti telur busuk. Semakin mendekat dengan kawah, semakin tajam pula baunya. Bagi pengunjung yang tidak tahan dengan baunya dianjurkan untuk membawa atau membeli masker yang banyak dijajakan di sepanjang jalan menuju kawasan kawah Sikidang. 

Ketika kami mulai melewati pintu masuk, gerimis tipis mulai turun. Setelah berdiskusi bersama anggota rombongan, diputuskan bahwa kami tetap mendekati kawah dan mengambil beberapa foto di sana dengan catatan harus bergegas supaya tidak kehujanan. Setelah sepakat, kami pun bergegas menuju kawah.

           

Sumber gambar: https://nusadaily.com/travel/asyiknya-berwisata-di-kawah-sikidang-dieng-jawa-tengah.html
Sumber gambar: https://nusadaily.com/travel/asyiknya-berwisata-di-kawah-sikidang-dieng-jawa-tengah.html
Dataran tempat kawah Sikidang berada memiliki kontur yang sedikit berbukit dengan tanah berwarna putih kekuningan karena adanya kandungan sulfur serta belerang. Apabila dilihat sekilas, bentukan kawasan ini seperti lubang-lubang raksasa yang di tepian serta dindingnya dibuat jalan-jalan setapak atau anak tangga untuk melintas. Lubang-lubang ini merupakan bekas kawah yang berpindah-pindah. Oleh karena keunikan kawah yang tempatnya dapat berpindah-pindah inilah yang membuat masyarakat sekitar menamainya kawah Sikidang yang artinya seperti kijang yang suka melompat-lompat. Meskipun kawah Sikidang merupakan kawah yang terbentuk sebagai akibat dari aktivitas vulkanik, kawah ini tetap aman untuk dikunjungi. Namun pengunjung tetap perlu memeperhatikan rambu-rambu peringatan yang tersedia dan tidak melewati pagar pembatas untuk mendekati bibir kawah.

Setelah melewati pintu masuk, pengunjung dapat melihat berbagai spot foto buatan yang tersebar di segala penjuru. Pengunjung dapat berfoto dengan menggunakan spot-spot ini sebagai latar belakangnya. Ada pula berbagai atraksi menarik yang dapat disewa secara langsung seperti ATV, motor trail, kuda tunggangan, bahkan berfoto dengan burung hantu. Sebenarnya saya merasa sangat prihatin dengan burung hantu-burung hantu yang 'dipaksa bekerja' di siang hari. Bagaimana tidak, mereka yang merupakan hewan nokturnal yang seharusnya aktif di malam hari dan beristirahat di siang hari justru dipajang di bawah teriknya matahari yang kemungkinan besar dapat merusak indra penglihatan mereka.

Salah satu hiburan paling populer di kawah Sikidang adalah merebus telur langsung di kawahnya. Para pengunjung dapat membawa sendiri telur mentah atau membeli dari penjual-penjual telur yang biasanya terdapat di sekitar kawah. Untuk merebus telur tersebut, sebaiknya pengunjung meminta bantuan dari petugas yang ada di sekitar kawah untuk alasan keamanan. Telur-telur mentah tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam jaring yang biasa untuk menangkap ikan bergagang panjang yang biasa disebut seser oleh masyarakat sekitar kemudian dicelupkan ke dalam air kawah yang menggelegak dan sesekali menyemburkan lumpur panas ke udara. Setelah dicelupkan selama kurang lebih lima menit, telur pun matang dan dapat disantap. Meskipun direbus di dalam kawah dengan air yang mengandung sulfur dan belerang, telur-telur ini aman dikonsumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun