Mohon tunggu...
Marsella Wahyu D.W.
Marsella Wahyu D.W. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis amatir yang ingin unjuk gigi

Mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dieng, Takhta Berselubung Halimun bagi Para Dewa

18 Maret 2021   16:25 Diperbarui: 18 Maret 2021   17:54 4079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.kompasiana.com/nprih/5991e70702b52f6b4376bd02/candi-dwarawati-sendiri-menemani-petani-dieng?page=all

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lamanya, mobil yang kami tumpangi pun akhirnya sampai di kawasan wisata Dieng. Kami disambut oleh gapura selamat datang yang bertuliskan DIENG PLATEAU AREA. Begitu melewati gapura ini, papan petunjuk area wisata mulai terlihat di sepanjang jalan. Para wisatawan dengan rombongan kecil atau hanya sendiri dan belum memiliki rencana tempat mana yang akan dikunjungi dapat memanfaatkan papan petunjuk ini.

Melihat Refleksi Diri dari Tepian Telaga Warna

           

Sumber gambar: https://travel.kompas.com/read/2020/09/17/180600027/6-telaga-di-dieng-cocok-untuk-wisata-usai-dieng-culture-festival?page=all
Sumber gambar: https://travel.kompas.com/read/2020/09/17/180600027/6-telaga-di-dieng-cocok-untuk-wisata-usai-dieng-culture-festival?page=all
Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Telaga Warna. Telaga ini berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan letaknya bersebelahan dengan Telaga Pengilon yang hanya dibatasi daratan kecil yang ditumbuhi dengan rumput ilalang. Telaga Warna berada di tepi jalan utama menuju Desa Wisata Sembungan, sehingga sangat mudah untuk mengaksesnya. Untuk mengunjungi telaga ini, setiap pengunjung harus membeli tiket masuk seharga Rp 7000 dan biaya parkir seharga Rp 5000 untuk mobil dan Rp 2000 untuk sepeda motor. 

 Telaga warna di kawasan Dieng ini terkenal karena warna airnya yang dapat berubah-ubah sesuai dengan cuaca. Belum ada yang dapat memastikan penyebab fenomena yang tidak biasa ini. Namun, menurut kabar yang beredar perubahan warna ini disebabkan karena adanya kandungan sulfur di dasar telaga yang kemudian memantulkan sinar matahari. Ada juga yang mengatakan bahwa di dasar telaga ini terdapat kandungan logam mulia yang juga ikut andil dalam perubahan warna telaga. Selain alasan-alasan ilmiah, masyarakat sekitar juga mempercayai alasan mistis yang menjadi penyebab perubahan warna telaga. Menurut warga sekitar, asal-usul telaga ini masih berhubungan dengan Legenda Dewi Nawang Wulan yang selendangnya tertinggal di telaga ini ketika mandi bersama para bidadari kahyangan lainnya. Terlepas dari itu semua, adanya aktivitas vulkanik di telaga ini dapat dijadikan sebagai penyebab sementara perubahan warna telaga tersebut. Aktivitas vulkanik ini dapat dibuktikan dengan munculnya gelembung-gelembung udara di beberapa bagian telaga.

Ketika kami sampai di tepian telaga, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 09.15 WIB. Pengunjung yang datang pun terbilang cukup ramai. Cuaca yang cerah menyebabkan warna air telaga hijau terang. Namun, kami menduga bahwa air Telaga Warna tersebut surut atau sedang tidak pada kondisi debit tertingginya. Hal tersebut sedikit mengherankan karena pada bulan Desember seharusnya curah hujan di kawasan ini sangat tinggi yang menyebabkan debit air telaga seharusnya berada di debit tertinggi. Namun kami segera mendapatakan jawabannya dari petugas yang berada di sekitar telaga bahwa air telaga ini kerap digunakan warga sekitar untuk mengairi kebun kentang mereka, sehingga tak heran bila volumenya sedikit menyusut. Setelah berfoto di bagian depan telaga, kami memutuskan untuk menyusuri tepian telaga.

 Tepian Telaga Warna ini sangat teduh karena ditumbuhi berbagai jenis pohon, salah satunya pohon pinus. Saking rimbunnya pepohonan di sepanjang tepian telaga, keramaian yang ada di luar pintu masuk hingga bagian depan telaga seakan-akan teredam dan tidak begitu terdengar. Hawa yang sangat sejuk dan suasana yang tenang sangat cocok bagi mereka yang ingin beristirahat sejenak dari rutinitas harian yang melelahkan dan membosankan.

Saya dan seorang kakak sepupu saya memutuskan untuk menerabas padang ilalang untuk mencapai tepian Telaga Pengilon, sedangkan orang-orang yang lebih tua memutuskan untuk kembali dan menunggu kami berdua di dekat pintu keluar. Padang ilalang yang membatasi Telaga Warna dan Telaga Pengilon tidak luas, hanya dengan berjalan kaki menerabas ilalang setinggi pinggang selama kurang lebih lima menit, kami sudah menemukan tepian Telaga Pengilon. Pengilon dalam bahasa Jawa artinya cermin atau sesuatu yang dapat memantulkan bayangan. Berbeda dengan Telaga Warna yang berada di sebelahnya, air Telaga Pengilon justru sangat bening dan cenderung tidak berwarna. Oleh karena itu, masyarakat sekitar menamainya dengan Telaga Pengilon karena permukaan airnya yang seakan-akan dapat digunakan untuk bercermin. Telaga Pengilon tidak banyak dikunjungi oleh pengunjung kebanyakan. Mungkin karena aksesnya yang harus menerabas padang ilalang yang menjadi alasan. Hanya ada beberapa pengunjung yang datang bersama saya serta kakak sepupu saya. Mereka sebagian besar adalah fotografer atau orang-orang yang gemar berfoto ria.

Untuk menikmati keindahan Telaga Warna dan Telaga Pengilon, ada opsi lain selain menyusuri tepiannya yaitu melihat pemandangan kedua telaga ini dari atas. Pengunjung dapat menikmati keindahan dengan view yang lebih luas lewat Batu Ratapan Angin atau dari Bukit Sidengkeng. Jika ingin menikmatinya lewat Batu Ratapan Angin atau Bukit Sidengkeng, pengunjung tidak perlu parkir di pelataran parkir Telaga Warna melainkan langsung masuk ke Desa Wisata Sembungan dan mengikuti arahan petugas atau papan petunjuk yang ada di sana.

             

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Cerahnya hari itu terpantul di permukaan kedua telaga. Birunya langit semakin mempertegas pesona Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Sejuknya udara menghantarkan setiap langkah kaki kami menelusuri jalan setapak di padang ilalang maupun tepian telaga. Begitu sunyinya hingga tanpa sadar para pengunjung pun ikut memelankan suaranya ketika meraka berbicara satu sama lain. 

Meninggalkan Duniawi, Sejenak Masuk ke Dalam Keheningan

Setelah puas berfoto ria di tepian Telaga Warna dan Telaga Pengilon, saya dan kakak sepupu saya memutuskan untuk kembali. Namun di tengah perjalanan, kami melihat ada jalan bercabang ke arah yang lain. Penasaran, kami pun menyusuri percabangan jalan tersebut. Jalan tersebut hanya berupa jalan tanah setapak yang diapit oleh tumbuhan pinus. Semakin ditelusuri, kontur jalanan menjadi sedikit menanjak dan menunjukkan bentukan batuan alam yang besar. Setelah beberapa saat berjalan, tahulah kami bahwa jalan tersebut mengantarkan kami ke pelataran kompleks gua. Ada beberapa gua alam yang terdapat di tempat ini antara lain Gua Jaran, Gua Penganten, Gua Sumur, dan Gua Semar. Gua-gua tersebut merupakan tempat yang dikeramatkan dan biasa dimanfaatkan oleh para warga untuk bersemedi dan meminta berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain gua-gua yang dikeramatkan, di dalam kompleks ini juga ada sebuah batu alam yang dikeramatkan. Terlihat dari bekas sesaji yang banyak terdapat di sekitar batu tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun