Pertama, Â perlu mengembangkan kesadaran diri sendiri tentang bagaimana media sosial dan teknologi mempengaruhi perasaan kita terhadap diri sendiri dan orang lain. Sadari bahwa apa yang dilihat dalam berbagai media sosial mungkin hanya bagian kecil dari kehidupan seseorang dan bukan gambaran keseluruhan.
b. Batasi Penggunaan Media Sosial
Penting untuk mengatur waktu yang dihabiskan di media sosial dan gadget. Memang terasa sulit untuk masa sekarang ini, namun tetap perlu mawas diri dan waspada. Â Perlu manajemen diri dengan membuat "screen time". Coba untuk hindari terjebak dalam siklus tak berujung dengan memeriksa berbagai jenis akun media sosial dan cobalah untuk lebih fokus pada interaksi sosial yang riil dalam dunia nyata.
c. Temukan Kebahagiaan dalam Diri Sendiri
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan mulailah mencari kebahagiaan dan kepuasan dalam diri sendiri. Jadilah apresiatif terhadap apa yang telah kamu capai dan jangan biarkan kehadiran media sosial mengurangi rasa syukurmu. Contoh berita yang cukup banyak beredar di dunia maya yakni tawuran yang dilakukan oleh kelompok remaja. Menurut beberapa pengakuan dari pelaku, mereka hanya ingin membuat konten supaya bisa ditonton oleh banyak orang. Para remaja itu hanya ingin membuat diri mereka diakui dan terkenal. Walau membawa senjata tajam berupa celurit, namun mereka tidak terindikasi untuk menyakiti lawannya yang dipilih secara acak. Demi mengejar kecepatan untuk terkenal dengan meningkatkan jumlah viewers melalui cara yang keliru.
Kesimpulan
Paul Virilio, seorang filsuf teori kritis yang terkenal dengan konsep dromologi, berpendapat bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mempengaruhi cara pandang kita terhadap waktu dan ruang. Dalam teorinya, Virilio mengemukakan bahwa kita saat ini hidup dalam era "kecepatan ekstrem," di mana segala sesuatu berjalan dalam kecepatan yang luar biasa dan mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia. Dromologi merupakan studi tentang kecepatan dan dampaknya terhadap masyarakat dan budaya.
Dalam konteks fenomena FOMO (Fear of Missing Out), konsep dromologi Virilio terasa relevan. FOMO merujuk pada rasa cemas atau kekhawatiran seseorang bahwa mereka mungkin melewatkan pengalaman atau informasi penting yang sedang berlangsung atau dimiliki oleh orang lain. Media sosial dan teknologi informasi telah memperkuat perasaan ini dengan menyajikan informasi dalam tempo cepat dan menyuguhkan pengalaman yang tampak menarik secara terus-menerus. Fenomena ini menjadi semacam kecanduan dalam mencoba untuk tetap terhubung dengan informasi terbaru dan pengalaman orang lain, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan stres dan kelelahan.
Secara keseluruhan, pandangan dromologi Paul Virilio menyediakan kerangka pemahaman yang berharga untuk mengkaji fenomena FOMO. Kecepatan dan konsumsi informasi yang tidak terbatas dapat memiliki implikasi mendalam terhadap cara kita berpikir, berinteraksi, dan hidup sebagai masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman kritis tentang dampaknya diperlukan untuk membentuk masyarakat yang lebih berdaya, reflektif, dan berkelanjutan.  Paul Virilio mengajukan pertanyaan kritis tentang dampak dari kecepatan dan teknologi dalam masyarakat modern. Ia juga menyoroti manfaat dan bahaya dari perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi yang semakin pesat, dan mengingatkan kita untuk tetap berpikir kritis tentang bagaimana kita memanfaatkan kecepatan ini untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan tidak merugikan kehidupan orang lain, apalagi jika mengejar rating, followers dan sebagainya dengan melakukan segala cara yang instan dan berdampak merugikan orang lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H