Banyak orang yang tanpa sadar menyebarkan informasi palsu karena ingin "ikut berpartisipasi" dalam cerita yang menarik tanpa memverifikasinya terlebih dahulu, hal ini yang sering membuat "blunder" suatu berita / informasi.Â
Kecenderungan ini sering terlihat di Whatsapp (WA) grup keluarga dimana sharing informasi sering terjadi, menambah subur ladang berita palsu serta ujaran kebencian (hate speech).
Menghadapi Hiperrealitas di Media Sosial
Untuk mengatasi masalah hiperrealitas yang muncul di berbagai platform media sosial, seperti langkah-langkah yang dapat diambil adalah;
1. Literasi Media Sosial: Pendidikan tentang literasi media sosial harus menjadi prioritas. Masyarakat terutama netizen perlu dilatih untuk mengidentifikasi dan memahami sumber informasi yang dapat dipercaya serta mengenali berita palsu dan hoaks.
2. Transparansi Penggunaan Filter: Para influencer dan pengguna media sosial lainnya harus lebih transparan tentang penggunaan filter dan teknologi pengeditan dalam foto dan video mereka.Â
Hal ini dapat membantu masyarakat memahami bahwa apa yang mereka lihat di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan.
3. Promosikan Kebenaran dan Keseimbangan: Para pengguna media sosial, termasuk perusahaan media, harus lebih aktif dalam mempromosikan berita yang akurat, seimbang, dan berbobot. Jurnalis  harus memprioritaskan integritas jurnalisme dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
Kesimpulan
Hiperrealitas menurut pemikiran tokoh  filsafat kritis Jean Baudrillard ketika dibawa dalam konteks media sosial telah menciptakan dunia maya di mana ilusi seringkali lebih menarik daripada kenyataan.Â
Representasi diri yang diolok-olok dan ilusi kehidupan yang sempurna dapat mempengaruhi kesehatan mental masyarakat serta menyebabkan pertentangan dan polarisasi.Â