Platform media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, YouTube, Line dan WhatsApp telah menciptakan panggung virtual di mana orang berlomba-lomba menampilkan kehidupan mereka dalam versi yang serba indah dan sempurna.Â
Pencitraan diri (self-presentation) dan proyeksi identitas (identity projection) menjadi dua aspek penting dalam menciptakan hiperrealitas di media sosial.
Contoh-contoh Hiperrealitas yang tampak di Media Sosial :
1. Kehidupan Sempurna: Di media sosial, sering terlihat orang seringkali membagikan momen-momen bahagia dan sukses dalam hidup mereka.Â
Postingan tentang perjalanan mewah, acara sosial bergengsi, atau pencapaian luar biasa sering mendominasi. Namun, kenyataannya, banyak dari kita memiliki tantangan dan kegagalan di balik layar yang jarang diekspos.
2. Filter dan Pemalsuan: Dengan bantuan filter dan teknologi pengeditan, foto-foto yang diunggah di media sosial seringkali tidak mencerminkan kenyataan aslinya.Â
Penggunaan filter dapat membuat kulit tampak mulus, warna kulit menjadi lebih cerah, dan bahkan mengubah bentuk tubuh.Â
Akibatnya, standar kecantikan yang tak realistis semakin diperkuat, dengan ilusi dalam aplikasi yang ada di gawai, alias selamat datang di dunia tipu tipu.Â
3. Perbandingan dan Rasa Tidak Puas: Dalam dunia hiperrealitas media sosial, netizen seringkali cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain.Â
Ini dapat menyebabkan rasa tidak puas terhadap diri sendiri dan kecemburuan terhadap kehidupan orang lain, tanpa menyadari bahwa apa yang mereka lihat hanya potongan kecil dari kehidupan orang tersebut, dan terjadi juga kecenderungan untuk "mengadili" orang lain tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya.
Akibatnya, orang akan cenderung masuk pada fenomena "half story" dan terjebak dalam ketidakbenaran tersebut. Informasi yang tidak benar dapat menjadi kebenaran jika hal tersebut telah menjadi viral di masyarakat.