Mohon tunggu...
Marojahan Tampubolon
Marojahan Tampubolon Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Doktor Bidang Elektronika

Anak Sumatera. Pernah merantau ke Taiwan. Sekarang berkarir jadi Dosen.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bisa Belajar Apa dari Peristiwa Jumat Agung?

16 April 2022   06:00 Diperbarui: 26 Januari 2023   13:32 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari berbagai ucapan Yesus ketika di kayu salib, ada satu ucapan yang menarik untuk ditelisik. Ucapan itu adalah "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." 

Mereka disini tidak secara spesifik merujuk pada kelompok tertentu. Apakah kepada tentara Roma karena perlakuan mereka, atau kepada orang-orang yang menyalibkan dia, tidak ada yang tahu persis. Namun ada yang berpendapat bahwa "mereka" pada ucapan itu berlaku untuk kedua kelompok tersebut.

Yesus memohonkan pengampunan bagi mereka walau mereka telah menyalibkan-Nya. Secara manusiawi kita cenderung akan membalaskan hal yang jahat yang kita terima, jikapun tidak membalas, keinginan untuk mengharapkan yang baik bagi orang-orang yang menyakiti kita bukanlah tindakan umum yang dapat kita temui. 

Karena itulah, tak jarang kita melihat ada orang yang senang ketika orang-orang yang tidak disukainya mengalami musibah atau suatu hal yang merugikan dia. Ada yang berujar "itu karmamu", "mampus!, rasakan, itu akibat ulahmu"

Dalam konteks bernegara, perbedaan keyakinan dan pandangan politik sering sekali menjadi pemicu konflik antar kelompok masyarakat. Kecurigaan dan rasa tidak percaya seakan tidak pernah lepas dari kehidupan. 

Diam-dia kita menaruh dendam kepada orang lain, bahkan ada yang mencari waktu untuk membalaskannya kelak. Bukankah hidup yang demikian melelahkan, membuat hidup tidak nikmat.

Bagaimana jika kita meniru tindakan Yesus tadi. Dia mengaharapkan yang baik untuk para pembencinya. Dia berdoa untuk pengampunan mereka. 

Bukankah hidup yang demikian akan menciptakan hidup yang lebih indah dan damai? Bukankah hidup yang demikian membuat kita lebih befokus pada kemajuan kita bersama daripada celaka bagi mereka yang bukan golongan kita? 

Pembelajaran dari peristiwa penyaliban seharusnya bisa mengajar kita bagaimana berlaku bagi golongan yang berbeda. Bukan celaka yang kita harapkan, tetapi berkat. Apakah ini mudah? Tentu tidak. Oleh karena itu marilah kita semua membisikkan doa "semoga Tuhan memberi kekuatan"  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun