Sehingga kita tidak memiliki penemuan-penemuan yang monumental, atau paling tidak adopsi teknologi yang monumental karena berhasil mentransformasi industri dan postur ekonomi kita. Sebagai contoh, pengembangan mobil listrik di indonesia sangat ramai dibicarakan, tetapi siapa yang akan membuat teknologi pendukungnya? Apakah kita hanya ingin menjadi negara "perakit"? jika demikian kita hanya akan menjadi negara pengikut, dan memperkaya negara lain.Â
Kita tidak memikirkan bagaimana sebagian komponennya bisa diproduksi di dalam negeri dalam level yang massif, kita tidak memikirkan bagaimana listriknya. Kita sesat pikir dengan menganggap mobil listrik adalah solusi untuk persoalan pencemaran lingkungan. Padahal yang terjadi kita hanya memindahkan titik-titik polusi ke tempat lain jika tidak dibarengi dengan pengembangan energy terbarukan.
Apa target besar jangka panjang dan menengah kita dimana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tulang punggung adalah hal yang lebih penting. Pemerintah bisa menetapkan misalnya teknologi pangan dan kelautan. Maka para ilmuwan kita harus bisa menguasai teknologi kelautan seperti kebutuhan pemetaan sumber daya kelautan, teknologi budidaya berkesinambungan, teknologi pengolahan, teknologi pengawetan, jaringan logistik perikanan, dll.Â
Dalam bidang pangan misalnya, kita tidak akan fokus memperluas lahan tetapi pada rekayasa genetik, teknologi yang terkait dengan proses penumbuhan. Jika sawit masuk dalam lingkup pangan, maka para peneliti kita bisa berfokus pada teknologi pengolahan sampai berupa produk komersial. Untuk mewujudkan ini, perlu sebuah lembaga atau badan yang akan mengatur sinergi perguruan tinggi dan lembaga riset kita.
Kebijakan berikutnya adalah soal anggaran. Perwujudannya dapat dilakukan melalui komitment pemerintah dalam meperbaiki penghasilan para dosen/peneliti. Dukungan dana yang masif dalam pengadaan peralatan atau laboratorium, pembiayaan transfer teknologi, pembiayaan workshop yang efektif (bukan jalan-jalan) bagi para dosen, dukungan terhadap diseminasi karya ilmiah baik melalui konferensi, dan jurnal. Persoalan umum yang dihadapai para periset di dalam negeri adalah minimnya anggaran penelitian untuk membeli peralatan yang dibutuhkan.Â
Kebijakan insentif adalah kebijakan yang salah secara urutan, dimana publikasi dahulu baru diberikan insentif. Ini seperti memetik buah tanpa mau repot beli tanah dan bibit. Jika keuangan negara belum sanggup menyediakan di setiap universitas, maka pengadaan pusat-pusat laboratorium yang dikelola secara profesional, akomodatif dan tentunya biaya yang murah dapat menjadi solusinya.
Peraturan yang terkait langsung dengan pengelolan perguruan tinggi juga perlu diperhatikan oleh pemerintah. Misalnya terkait pengelolaan keuangan yang lebih trasparan di perguruan tinggi, upaya penghilangan ego universitas untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi, upaya mendorong masuknya talenta-talenta muda ke perguruan tinggi, upaya mendiseminasi karya ilmiah, juga upaya mengurangi beban administratif para dosen/peneliti.Â
Sebagai contoh untuk sinergi antar universitas, maka pemerintah perlu mewujudkan aliansi universitas negeri yang produktif baik secara regional ataupun menurut bidang risetnya. Aliansi ini dapat berupa kerjasama antar kampus regional dalam menyediakan mata kuliah khusus, kerjasama dalam penelitian tertentu, kerjasama dalam penyediaan sumber-sumber pengetahuan, dan juga kerjasama dalam diseminasi karya ilmiah.
Sebagai contoh untuk diseminasi karya ilmiah adalah dalam pengadaan konferensi internasional. Sampai saat ini tidak ada konferensi internasional di indonesia yang cukup berkelas yang mampu mendatangkan banyak pakar atau peserta internasional. Sejauh ini konferensi di indonesia pada umumnya diselenggarakan oleh satu universitas, dan areanya masih kurang spesifik, karena diharapkan menarik banyak peminat.Â
Lucunya hampir semua PTN sekarang memiliki konferensinya masing-masing, dan masing-masing muncul dengan kualitas yang masih kurang baik pula demi akreditasi. Bukankah lebih baik jika universitas-universitas ini mengadakannya secara bersamaan dengan universitas "host" yang bergilir dimana masing-masing universitas bertanggung jawab untuk mengirimkan karya-karyanya. Dengan demikian kita memiliki jumlah peserta yang semakin baik, biaya yang lebih sedikit, kerja yang lebih efektif, dan kualitas yang lebih baik. Dengan demikian akan membangun reputasi yang perlahan akan menarik perhatian dunia internasional.
Pengurangan beban administratif para dosen dapat dilakukan dengan pemberian hak keuangan kepada para dosen/peneliti dengan jenjang jabatan lektor kepala ke atas untuk mempekerjakan asisten yang fokus mengurusi hal-hal administratif seperti pelaporan keuangan, dan proposal penelitian/kerjasama dll.Â