Mohon tunggu...
Marojahan Tampubolon
Marojahan Tampubolon Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Doktor Bidang Elektronika

Anak Sumatera. Pernah merantau ke Taiwan. Sekarang berkarir jadi Dosen.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Import Rektor Asing dan Persoalan Pendidikan Kita

9 Agustus 2019   19:25 Diperbarui: 9 Agustus 2019   19:31 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pekerjaan mengajar 2 jam di kelas misalnya menyita waktu untuk mempersiapkan bahan ajar, dan juga mempersiapkan diri untuk bisa menjelaskan dengan baik bahan yang dipersiapkan. Belum lagi jika dosen memiliki jabatan lain seperti kepala laboratorium atau ketua departemen di kampus, maka praktis waktu mereka akan habis mengurus hal-hal yang mungkin tidak tekait langsung dengan pengembangan teknologi.

Beban ini ditambah lagi dengan beban personal para dosen, mereka harus  menghidupi keluarga mereka, menyekolahkan anak-anak mereka, atau bahkan mungkin harus membiayai juga orang tua mereka. Sementara gaji dosen masih kecil jika dibandingkan dengan gaji orang-orang yang bekerja di BUMN. Memang sertifikasi telah membantu kesejahteraan para dosen, tetapi penghasilan tambahan dari sertifikasi yang setara dengan gaji pokok pada jenjang jabatan dan masa kerja tertentu masih belum memuaskan. 

Sebagai contoh, untuk dosen golongan III d dengan masa kerja 4 tahun memiliki gaji pokok sebesar Rp 3.2 jt. Maka tidak jarang para dosen juga mengambil pekerjaan lain,baik proyek pekerjaan dengan industri atau pekerjaan lain yang tidak secara langsung bersentuhan dengan urusan kampus. Dan kita bertanya lagi, apakah rektor asing solusi untuk persoalan ini?

Arah, Sinergi, dan Kolaborasi

Pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan alam di indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Negara kita tidak memiliki desain besar yang menghubungkan antara riset, target pengembangan teknologi yang bisa menjadi tulang punggung ekonomi pemberdayaan rakyat dan pengembangan peradaban. Saya tidak mengetahui secara pasti, apakah ada target-target besar dalam pembangunan jangka panjang di Indonesia yang didalamnya mengharuskan pengembangan teknologi dimana indonesia bisa menjadi pemimpin dalam teknologi tersebut. 

Hal ini tidak berbicara soal membuat sesuatu dari nol tetapi bisa juga bisa mengadopsi teknologi yang sudah ada dan mendukung pengembanganya secara massif. Ambil Taiwan sebagai contoh, sekarang negara ini menikmati hasil dari pengembangan teknologi semikondutor yang sangat masif, universitas-universitas didorong untuk menguasai teknologi ini, sebagai hasil mereka sekarang menikmati kontribusi dari manufaktur dan jasa yang bernilai 98% dari total GDP kotor (taiwan.gov.tw diakses 09/08/2019). 

Sementara indonesia masih lebih banyak ditopang dari hasil alamnya. Seharusnya dengan kekayaan alam yang melimpah secara khusus sumber daya yang terbarukan, seharusnya indonesia bisa menjadi pemimpin dalam teknologi agrikultur, teknologi pangan, dan juga teknologi kelautan.

Kita juga kekurangan sinergi dan kolaborasi antar PT, antara PT dan idustri bahkan antar PT dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Ego universitas di indonesia bisa dikatakan masih sangat kuat, sehingga nuansa persaingan lebih kental dibandingkan dengan kolaborasi. Kita ambil contoh, bagaimana dengan jaringan perpustakaan PTN di Indonesia. 

Apakah sudah ada integrasi untuk mengakses dokumen elektronik antar PTN? Pemerintah telah berupaya berkontribusi dalam penyediaan sumber-sumber pengetahuan seperti ini melalui kemenristek dikti dengan menyediakan akses terhadap jurnal internasional yang masuk dalam lingkup EBSCO, Cangage, proQuest, Science Direct, dan Scopus, tetapi ini juga belum cukup. 

Kita juga belum memiliki aliansi antar univesitas yang bekerja secara nyata, misalnya melalui pengadaan mata kuliah bersama yang bisa diambil oleh mahasiswa dalam lingkup aliansi tersebut. Hal ini akan semakin mengefektifkan penggunaan sumber daya universitas, dan memaksimalkan pemanfaatan keahlian para dosen. Sejauh ini, kerjasama antar universitas seperti ini masih pada level penerimaan mahasiswa baru.

Kerjasama dan sinergi antar PT dan industri juga masih sangat rendah, kita terbiasa mendengarkan bahwa apa yang dipelajari di kampus tidak digunakan di tempat kerja kelak. Hal ini terjadi karena lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah lulusan yang ada. Akhirnya banyak alumni perguruan tinggi yang harus mengubah haluan mereka. Seorang sarjana teknik atau sarjana hukum, akhirnya bisa jadi bekerja di bank dengan spesifikasi pekerjaan mengenai perkreditan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun