Mohon tunggu...
mesin kemasan
mesin kemasan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilmu dan Pengalaman dari Kematian Emak

6 Maret 2016   11:57 Diperbarui: 6 Maret 2016   12:12 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[/caption]

Dengan ilmu kita bisa mengerti banyak hal, dengan ilmu kita bisa mengeksplorasi lingkungan. Dengan ilmu pula, kita bisa menerobos angkasa. Namun, ilmu saja tidak cukup. Seperti teh tanpa gula. Orang yang mengeksplorasi keilmuannya dan lupa dengan lingkungannya cenderung tidak dewasa. Nggak percaya? Udaah percaya saja, yang nulis kan saya, hahaha.

Pengalaman mengarahkan kita pada pendewasaan dan kebijaksanaan. Dengan pengalaman, anda semakin hati-hati melangkah dan bijak dalam menyikapi keadaan.

 

Begini kisahnya, pada suatu hari…..

Pagi itu matahari agak redup, saya mengantar anak sekolah seperti biasanya. Dijalan, dapat kabar bahwa si emak, yang biasanya tempat nitipkan anak-anak ketika saya dan istri pergi, meninggal.  Usianya memang sudah tua, sangat tua; 90 tahun. Saking tuanya, tidak ada yang tahu persis kapan dan dimana emak lahir. Bahkan anaknya, atau saudaranya (karena sudah meninggal semua, hehehe). Sebulan terakhir emak sakit. Komplikasi pencernaan. Oleh dokter, emak disarankan pulang saja, anaknya dibisiki untuk merawat emak baik-baik. Ini semacam early warning, bahwa umur emak sudah hampir finish. Sejak itu emak dirawat dirumah, dan mulai pikun. Minta dipotong pendek, nggak mau makan, dan kelakuan childlish lainnya.

 

Sepulang mengantar anak-anak sekolah, saya ke rumah emak. Mengantarnya langsung ke pemakaman, mengusung jenazahnya. Emak badannya kecil, tingginya tidak sampai 1,5meter, tapi pas mengantar terasa berat. Ohh ternyata kerandanya dari stainless 316, jenis stainless yang food grade. Entah siapa yang menyarankan ke pak RW untuk menggunakan stainless food grade untuk mengusung jenazah. Mungkin produsen stainlesss¸ hehehe.

 

Tapi bukan itu yang saya ambil pelajaran, iiih emasnya dari tadi muter-muter aje kayak angkot. Iyalah, masak komedi putar, hehehe. Pelajaran pertama, ingat baik-baik, tatap mata saya, hahaha.

Pelajarannya, kalua ada orang meninggal, biasanya kan ada kantong mayat, eh kantong infaq. Sebagian kita yang dalam perjalanan akan berinfaq untuk membantu semampunya, sebagian tidak. Bisa nggak punya uang kecil, bisa nggak punya uang. Saran saya, kalua ada uang, sempatkan berinfaq disana. Kenapa? Kita tidak tahu kondisi keluarga yang meninggal seperti apa. Dengan berinfaq, anda sudah turut membantu keperluan keluarga tersebut. Dalam kasus emak, tiap malam sampai malam ketujuh diadakan tahlil. Setiap kali tahlil aka nada pembagian makanan atau minuman untuk warga yang hadir. Uangnya darimana? Tidak setiap kita siap kehilangan anggota keluarga, bukan?

Pelajaran kedua setelah emak dikuburkan. Di Jawa, jenazah dikuburkan di pemakaman umum. Di kompleks pemakaman itu saya perhatikan banyak sekali semut dan hewan tanah lainnya. Saya jadi ingat, sering membunuh semut. Padahal Allah ngingatkan kita untuk jangan membunuh hewan. Ayat umumnya begini bunyinya (Al-Qashash: 77):

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ngeri ya, makanya jangan zhalim sama makhluk Allah kecuali yang memang diperbolehkan untuk dibunuh seperti ular, dan ayam (hehehe, kalau ayam jadikan makanan).

Nah itu pelajaran dari peristiwa meninggalnya emak. Sejak itu saya ga berani lagi bunuh semut kecuali terdesak (membahayakan). Nah yang membahayakan masih debatable kan ya. Selamat pagi :D.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun