Ini bukan mau sombong atau gaya-gayaan. Sehabis nulis status di Facebook dan menceritakan kejadian yang terjadi pada hari sebelumnya, seorang teman kuliah yang sudah lama tidak mengontak saya tiba-tiba mengirimkan pesan pribadi. Intinya dia mao ijin share tulisan saya dan dia bilang ,”Kamu punya potensi untuk jadi penulis lho… Bagus tulisan kamu.” Saya jadi bengong sejenak. Senang sekaligus galau dan bolak balik membaca pesannya itu.
Apa iya saya memang punya bakat menulis? Saya sendiri ga yakin. Tapi kalau saya flashback, memang dari kecil hasil karangan saya pernah 2 atau 3 kali dibacakan oleh guru karena dianggap karangan yang terbaik. Meskipun cuma terbaik sekelas, namun saya ingat betapa bangganya saya waktu itu.
Misalnya waktu kelas 4SD, kami pernah diberi 4 gambar sewaktu pelajaran Bahasa Indonesia, lalu kami disuruh mengarang cerita berdasarkan gambar-gambar tersebut. Beberapa hari kemudian, guru saya mendiskusikan tulisan kami. Katanya,”Tuh seperti Marlina dong, dia sampai bisa menulis kalo ban mobil ayahnya kempes. Padahal sama sekali ga ada di gambar.” Hidung saya kembang kempis kesenangan.
Waktu saya kuliah bahasa Mandarin di GuangZhou, China, kami juga ditugasi membuat karangan. Bahasa Mandarin adalah bahasa yang sulit karena salah satu titik saja akan mengakibatkan salah arti. Saya baru belajar 6 bulan di sana, jadi tugas menceritakan pengalaman paling menarik selama berada di GuangZhou terasa sangat sulit. Untungnya saya waktu itu sedang kesal dengan seorang kenalan karena ia mengebut saat membonceng saya membelah kota GuangZhou.
Saya yang tidak pernah naik motor sebelumnya otomatis merasa ketakutan. Saya tidak bisa bersumpah serapah kepadanya karena bagaimanapun ia telah menolong saya mengambil barang titipan ayah. Maka saya tumpahkan semua di karangan saya. Tulisan pengalaman saya pun mencapai 1 halaman lebih dan dipuji sang dosen. Sekali lagi dada ini serasa mau meledak karena bahagia.
Intinya, sejak teman saya mengatakan hal yang mengejutkan itu, saya jadi terpacu untuk mencoba menulis lagi. Bukan cuma menulis. Saya juga ingin melakukan semua hal yang selama ini tidak pernah atau tidak berani saya lakukan. Sudah waktunya. Saya sudah 40 tahun.
Kata orang “life begins at 40”. Ada dua ketakutan yang saya rasakan di umur 40 ini: ketakutan untuk mencoba sesuatu yang baru dan ketakutan tidak cukup waktu untuk mencoba sesuatu yang baru. Saya merasa 40 bukanlah umur yang muda lagi. Mungkin saya sudah menghabiskan lebih dari separuh waktu saya di bumi ini. Jadi saya pikir sudah waktunya saya mulai melakukan hal-hal yang sudah lama jauh terlupakan. Namun keinginan kadang tidak berbanding lurus dengan keberanian.
Setelah melewati banyak hal selama 40 tahun, saya dapat mengambil kesimpulan dan memberi masukan beberapa hal yang mungkin dapat menjadi nasehat bagi yang sudah berumur 40 ataupun yang belum:
1. Beranilah berkata,”I think I don’t belong here” dan melepaskannya.
Berapa tahun sudah kita habiskan untuk berada di suatu tempat yang kita pertahankan mati-matian hanya karena semua orang mengatakan itu hal yang benar padahal hati kita mengatakan sebaliknya?
Saya butuh waktu 23 tahun sampai akhirnya saya punya keberanian untuk keluar dari perkumpulan ibadah saya. Semakin lama jiwa saya semakin punya banyak pertanyaan dan meski saya datang beribadah setiap minggunya, jiwa saya tidak dipuaskan. Pertanyaan hanya berakhir menggantung tak terjawab sampai akhirnya saya memutuskan untuk berbalik arah dan berjalan keluar. Jiwa saya pun seperti mendapat pembebasan dan pengenalan akan Tuhan saya pun jadi semakin mendalam, karena saya merasakan sendiri hadiratNya, bukan seperti yang selama ini didiktekan orang.