Aku telah turuti tamakku,
Hingga ia memperbudakku..
Padahal, andai aku puas dengan yang ada,
Aku pasti tetap bebas merdeka...
Yaa... Begitulah kira-kira kalimat penyesalan seseorang yang telah jatuh karena ambisinya, di sebabkan tamaknya ingin terus mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan ingin berkuasa dengan posisi atau jabatan yang bisa mengangkat harkat martabatnya sesuai pikirannya. Namun justru ambisi itulah yang menjatuhkannya, dan penyesalan tinggal lamunan tak berarti.
Perhatikan saja, dari generasi ke generasi apakah ada yang mati membawa harta..? Â Apakah pangkat itu menjamin dia terbebas dari siksa kuburnya ..? Â Tidak sama sekali..!!
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara :Sedekah jariyah, Ilmu yang di manfaatkan, dan do'a dari anak sholeh (HR.Muslim).
Amalan jariyah berkaitan dengan perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi orang lain di dunia "Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain" (HR.Ath-Thabrani) Hal ini bisa di lakukan dengan mewakafkan sebagian tanah untuk pembangunan mushalla, masjid, panti jompo, panti asuhan, diniyah (tempat mengaji) dan lain-lain. Atau  bisa juga dengan  menyumbang mushaf Al-Qur'an maka pahala yang menyumbangkan itu akan terus mengalir selama ada yang membaca mushaf tersebut.Â
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk melakukan amal jariyah. Dan ini cara mujarab untuk kita ummat muslim membangun istana di Syuga. Bahkan contoh yang sangat simpel saja yaitu menanam pohon sebagai tempat berteduh, apalagi jika pohon tersebut bisa menghasilkan buah dan dapat di nikmati oleh banyak orang.
Namun banyak sekali yang kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari justru sebaliknya. Â Banyak orang yang kikir terhadap hartanya, terlalu membanggakan apa yang dia punya sebagai bentuk kesuksesannya. Ia akan hitung-hitungan dalam urusan bersedekah, menyantuni anak yatim dan akan sangat marah jika kehilangan sesuatu, padahal apa yang dia miliki hanyalah titipan. Allah sangat membenci orang yang kikir.Â