Pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) Perawat, Sulit dan Tidak Efisien?
Marthalena Siahaan1, Agustin Indracahyani2
1Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
2Â Dosen Pasca Sarjana Fakultas imu Keperawatan Universitas Indonesia
1m_sie@yahoo.co.id
Pendahuluan
Kebijakan Pemberlakuan surat tanda registrasi (STR) bagi perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan diberlakukan sehubungan dengan dikeluarkannya Standar Kompetensi Perawat Indonesia oleh PPNI melalui Surat Keputusan Ketua Umum nomor 024/PP.PPNI/SK/K/XII/2009, tentang Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Kebijakan ini didukung terutama dengan dikeluarkannya Permenkes No. 46 tahun 2013 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Dengan adanya standar kompetensi tersebut, maka diharapkan perawat yang telah memiliki STR memiliki kompetensi yang sesuai dengan yang seharusnya. Disamping itu, STR juga sebagai jaminan legalisasi setiap tindakan keperawatan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimilikinya.
Adanya standarisasi kompetensi keperawatan ini melalui penerbitan STR tentunya menjadi pendorong untuk meningkatkan kompetensi lulusan serta meningkatkan profesionalitas perawat yang selalu dipandang sebelah mata baik oleh masyarakat, maupun oleh instansi layanan kesehatan.
Masalah yang dihadapi oleh banyak lulusan saat ini adalah lambatnya proses pengeluaran STR, dan ribetnya prosedur pengurusan STR, hal ini mengakibatkan setelah lulus perkuliahan, perawat cenderung menganggur cukup lama, karena tidak bisa bekerja bila belum memiliki STR. Sedangkan syarat untuk perpanjangan STR yang harus dilakukan setiap 5 (lima) tahun, pemerintah memberlakukan kebijakan adanya pencapaian satuan kredit profesi (SKP) sebanyak 25 skp melalui partisipasi perawat dalam kegiatan pendidikan dan/atau pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang tugasnya atau profesinya. Â
Penerbitan STR sebagai Wewenang MTKI