***
“Dokter, bolehkah saya tahu, siapakah yang telah mendonorkan matanya? Andai dia sudah meninggal, ijinkan saya menemui keluarganya.”
Dr Marla hanya tersenyum dan mengeleng menjawab pertanyaanku, “Maaf Bika, aku tak bisa buka identitas dia. Ini kode etik kami.”
Lalu dia menatap mataku sembari berkata, “Yang bisa kuberitahukan hanya sebatas informasi, bahwa pendonormu masih hidup.”
Aku tersentak, masih hidup? “Dokter, tolong pertemukan saya dengannya….tolong dok..’” aku memohon mengiba, tapi dia tetap tak bergeming.
Semua usaha sudah aku lakukan, tapi tetap tak ada satupun informasi yang kudapatkan.
Hingga akhirnya aku menyerah untuk mengenal siapa pendonorku, karena ada masalah lebih penting muncul di hari hari bahagiaku ini.
Tora menghilang tanpa pamit semua temannya, bahkan saudara nya tak ada yang tahu dia berada dimana sekarang. FB, Instagram, juga twitternya semua non aktif.
Hari hari yang seharusnya kunikmati dengan kebahagiaan, berubah menjadi kegetiran.
Sekarang, aku sudah bisa melihat dunia, tapi tak kutemui cahaya di dalamnya. Hanya mendung dan kegelisahan yang ada, tanpa Tora di sisiku.
Akhirnya aku pasrah, kuputuskan kembali jalani hidupku yang sudah lama terbengkalai.