Mohon tunggu...
Markus Suntoro
Markus Suntoro Mohon Tunggu... Guru - Aktif

Terus melangkah, jika langkah itu terhenti. Coba untuk memulai dari awal.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sayang, Wisata Riam Dait Suram Tak Berpenghuni

31 Mei 2024   00:23 Diperbarui: 31 Mei 2024   00:35 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngabang, 14 April 2024. Perjalanan kami mulai dari kota Ngabang menuju Riam Diat, pukul 13.00 WIB. Kami meninggalkan kota Ngabang, banyak lalu lalang kendaraan bermotor yang berpapasan bersama kami.

Hari ini bertepatan dengan maraknya pesta gawai hasil panen padi di kampung-kampung. Setiap tempat yang kami lewati mempunyai ciri khas masing-masing dalam pesta ini. 

Pesta gawai panen padi salah satu rutinitas setiap tahun sekali yang dirayakan oleh masyarakat khususnya suku dayak. Wujud syukur masyarakat atas hasil panen mereka berladang. 

Walaupun sudah banyak masyarakat yang tidak berladang seperti dulu lagi. Masyarakat setempat tetap melaksanakan gawai panen padi tersebut. "Iya, mereka sekarang hampir tidak ada lagi yang berladang, setiap kampung hampir ada perkebunan kelapa sawit. Baik itu milik pribadi maupun perusahaan."

Perkebunan sawit kebanyakan perusahaan yang punya. Masyarakat setempat hanya menjadi buruh kasar untuk mengganti rutinitas mereka dari berladang menjadi buruh perkebunan sawit.

Hujan menghampiri setengah perjalanan yang kami lalui. Beberapa orang yang melintas ikut berteduh, Kami pun menepi untuk menunggu reda hujan. Banyak pula yang melanjutkan perjalanan mereka. 

Melihat kondisi hujan yang deras, kami menghampiri sebuah warung di depan. Sambil menunggu masing - masing dari kami memesan kopi di warung tersebut. 

Sekitar 30 menit kami berteduh, hujan pun reda. Kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan. Karena melihat kondisi cuaca, jarak yang masih jauh, dan medan jalan yang sangat buruk untuk dilalui.

Tepat pukul 14.20 WIB kami sampai di persimpangan jalan menuju Riam Dait. Jalan ini adalah jalan beraspal terakhir yang akan kami lalui. Setelah itu jalan seperti foto yang sempat kami ambil, saat mendorong kendaraan kami yang tersangkut dari lumpur jalan.

Sekitar 2 tahun yang lalu, saya pernah lewat jalan ini. Tapi tidak ada yang berubah infrastruktur jalannya. Entah kenapa pemerintah setempat enggan membangun jalan menuju Riam Dait.

Riam Dait bisa jadi pariwisata yang bersaing dengan daerah - daerah di Indonesia, maupun di luar. Dengan keindahan Riam Dait, mempunyai 7 tingkat air terjun.

Riam Dait tingkat ke 2, dengan hasil memancing ikan ke tingkat 3 - 7. | Dok pribadi
Riam Dait tingkat ke 2, dengan hasil memancing ikan ke tingkat 3 - 7. | Dok pribadi

Kekayaan alam yang melimpah, namun tidak dikelola dengan baik. Saat datang ke tempat ini, saya tidak percaya melihat kondisinya yang kumuh, tidak terawat dan masyarakat setempat juga sudah tidak memedulikan tempat ini.

Tidak jauh dari lokasi Riam, kami juga mendapati banyak pohon dijadikan balok - balok. "Entah akan mereka jual kemana pohon-pohon besar yang mereka jadikan balok ini."

Dalam hati saya kasihan mereka, tapi di sisi lain juga marah. Seakan tidak peduli lagi dengan tempat ini. 

Semoga suatu saat tempat ini ada perhatian dari masyarakat setempat, maupun pemerintah. Supaya tempat ini bisa dikunjungi banyak orang dengan akses menuju lokasi yang mudah, aman dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun