Oleh Markus Masan Bali
Resume keempat belas
Gelombang 31
Rabu, 5 Juni 2024
Tema        : Kaidah Pantun
Narasumber : Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator  : Arofiah Afifi, S.Pd
Malam ini adalah malam yang keempat belas kelas KBMN PGRI Gelombang 31. Malam ini tema yang dibawakan pun berbeda dengan tema-tema sebelumnya. Tema pada malam ini adalah mengangkat kekayaan bangsa Indonesia yaitu Kaidah Pantun. Membaca tema ini saya teringat akan pembelajaran di SMA Seminari San Dominggo Hokeng Flores Timur tentang puisi lama. Salah satu jenis puisi lama adalah Pantun yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Seperti biasa sebelum pemaparan materi, moderator memperkenalkan diri dan narasumber yang luar biasa. Menariknya pada saat memperkenalkan diri, moderator dan narasumber menggunakan pantun yang sangat menarik. Rangkaian kata-kata dalam pantun membuat saya merasa ciut karena saya pernah belajar tentang pantun tetapi tidak pandai untuk merangkai kata-kata pantun. Selanjutnya, moderator mengajak peserta untuk mengawali perjumpaan malam ini dengan berdoa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing peserta.Â
Kemudian narasumber diberi waktu untuk memaparkan materinya. Narasumber Pak Miftahul mengatakan bahwa Indonesia memiliki kekayaan seni verbal yang beranekaragam, salah satunya adalah pantun. Beberapa pertunjukkan pantun yang bersifat narasi, misalnya Kentrung di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam pertunjukkan itu menggunakan struktur  "pantun" untuk menceritakan kisah-kisah sejarah keagamaan atau sejarah lokal dengan iringan genderang.Â
Kesusastraan tradisional Inodnesia telah membentuk pondasi atau dasar pertunjukkan genre campuran yang kompleks, seperti "randai" dari Minangkabau, Sumatera Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.Â
Pantun yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Yang paling membanggakan, pantun telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Tak benda pada sesi ke-15 Intergoverment Commitee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNISCE di Paris, Prancsi pada 17 Desember 2020. Untuk itu setiap tanggal 17 Desember diperingati sebagai hari pantun.Â
Namun, apa yang dimaksud dengan pantun? Ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang pantun. Menurut Renward Branstetter pantun terdiri dari dua kata yaitu "Pan" dan"Tun". Pan merukuk pada sifat sopan sedangkan Tun merujuk pada sifat santun. Kata "Tun" dapat diartikan sebagai pepata atau peribahasa. Dari definisi ini, pantun menggambar adanya sikap sopan dan santun.Â
Ada lagi yang mendefinisikan pantun sebagai Tuntun (Pampanga): mengucapkan sesuatu dengan susunan yang teratur, Tuntun (Jawa Kuno): benang, Atuntun: teratur, Matuntun: pemimpin, Panton (Bisaya): mendidik, Pantun (Toba): kesopanan atau kehormatan (Hussai, 2019). Jadi pantun pada dasarnya disusun dari kata yang teratur, tidak sembarangan.Â
Pantun berasal dari akar kata "TUN" yang bermakna "baris" atau "deret." Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu Minangkabau diartikan sebagai "Panutun", oleh masyarakat Riau disebut dengan "Tunjuk Ajar" yang berkatan dengan etika. Maka pantun digunakan sebagai panuntun serta petunjuk ajar.Â
Secara umum, pantun merupakan salah satu puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut sampiran, dan dua bari kedua adalah isi.Â
Pantun pada sadarnya tidak hanya terdapat di masyarakat Melayu. Berbagai daerah di Indonesia mempunyai pantun. Misalnya di Tapanuli, pantun dikenal sebagai nama ende-ende. Contohnya:Â
Molo mandurung ho dipabu,
Tampul si mardulang-dulang,
Molo malungun ho diahu,
Tatap siru mondang bulan.
Pantun di atas mempunyai arti sebagai berikut:
Jika tuan mencari paku,
Petiklah daun sidulang-dulang,
Jika tuan rindukan daku,
Pandanglah sang bulan purnama.
Sementara masyarakat Sunda mengenal pantun dengan nama parikan. Contoh:
Sing getol nginam jajamu,
Ambeh jadi kuat urat,
Sing getol naengan elmu,
Gunana dunya akhirat.
Kurang lebih pantun ini berarti:
Rajinlah minum jamu,
Agar kuatlah urat,
Rajinlah menuntut ilmu,
Berguna bagi dunia akhirat
Sementara itu pada masyarakat Jawa Pantun dikenal sdengan sebutan parikan. Contoh:
Kabeh-kabeh gelung konde,
Kang endi kang gelung Jawa,
Kabeh-kabeh ana kang duwe,
Kang endi sing durung ana.
Pantun ini artinya:
Semua bergelung konde,
Manakah yang gelung Jawa,
Semua telah ada yang punya,
Mana yang belum dipunya.
Fungsi Pantun
- Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan menjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir.
- Pantun melatih seseorang berfikir tentng makna kata sebelum berujar.Â
- Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.Â
- sebagai alat penguat penyampaian pesan
Ciri-ciri Pantun
- Satu bait terdiri atas empat baris
- Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
- Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kataÂ
- Bersajak a-b-a-b
- Baris pertama dan kedua merupakan pembayang atau sampirang
- Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud.
Dari penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa antara baris pertama dan kedua, itu tidak berhubungan dengan baris ketiga dan keempat.Â
Perbedaan pantun dengan syair dan gurindam. Hal-hal yang membedakannya adalah baris, sajak dan hubungan persajakan.Â
Dalam syair terdiri dari empat baris sajaknya A-A-A-A keempat barisnya saling berhubungan. Sementara gurindam terdiri dua baris sajaknya A-A, baris pertama dan kedua merupakan sebab akibat yang memiiki keterkaitan.Â
Contoh syair:
Ke sekolah janganlah malas
Belajar rajin di dalam kelas
Jaga sikap janganlah culas
agar hati tak jadi keras
Contoh gurindam
Jika selalu berdoa berdzikir,Â
Ringan melangkah jernih berpikir
Pantun menunjukkan keindahan pilihan diksi serta kalimat. Diharapkan dalam memilih kata agar rimanya indah.Â
Lalu, bagaimana membuat pantun dengan kata di tengah dan akhir baris memiliki bunyi akhir yang sama.Â
Misalnya:
Mawar sekunt _um tumbuh di tam _an,
Daun sa lam tumbuh di ko ta,
Assalamualaik um saya ucapk an,
Sebagai sa lam pembuka ka ta.
Ada juga pantun dengan rima awal, tengah, dan akhir
Jangan dipetik si daun sirih
Jika tidak dengan gagangnya
Jangan diusik orang berkasih
Jika tidak dengan sayangnya
Untuk membuat pantun yang pertama kali dibuat adalah isi atau maksudnya. Jangan lupa juga sesuaikan dengan rimanya dan perlu diperhatikan adalah ketika membuat pantun jangan memakai nama orang atau merk dagang. Dan ketika membuat pantun perlu memperhatikan tanda baca di akhir setiap barisnya. Baris 1,2, dan 3 diakhiri tandan koma dan baris 4 diakhiri dengan tanda titik.Â
Setelah memapar materi yang sebagian besar bernas dan berisi, tibalah saatnya para peserta menanyakan beberapa pertanyaan. Ada satu pertanyaan ditanyakan kepada narasumber dari Ibu Tiarma dari Depok. Pertanyaan apakah memang ada perubahan atau penyesuaian terkait sajak pantun aa aa. Jawaban yang diberikan narasumber yang keren ini adalah kalau pantun mempunyai sajak a b a b. Sementara bersajak a a a a adalah syair sehingga akan mengurangi keindahan pantun itu sendiri.
Malam ini sangat bernas dan berisi untuk dipahami dalam membuat pantun. Namun bagi saya ini merupakan sebuah perjuangan tak henti untuk terus berlatih membuat pantun.Â
Sekian dan teirma kasih
Berkah Dalem
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H