Mohon tunggu...
Markus Lettang
Markus Lettang Mohon Tunggu... Pengacara - Asisten Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta

Fakultas Hukum Universitas Pamulang; Ario Basyirah And Patners Law Firm.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menelisik Ketentuan Pidana Dalam UU PKDRT

23 Juni 2024   17:00 Diperbarui: 23 Juni 2024   17:32 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syarat pemberatan untuk kekerasan seksual di atas adalah:

  1. Korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali;
  2. Korban mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut;
  3. Korban mengalami keguguran atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.

Syarat-syarat pemberatan pidana tersebut di atas bersifat alternatif. Oleh karena itu, salah satu syarat terpenuhi, maka terjadi pemberatan pidana.

Kesimpulan

Pertama, Rezim UU PKDRT merumuskan ketentuan Pasal 19 secara ambigu. Dan karena itu dapat menimbulkan multi tafsir.

Kedua, Tindak pidana: 1. kekerasan fisik dan kekerasan psikis yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari; 2. Pemaksaan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangganya untuk melakukan hubungan seksual; serta. 3. Melakukan penelantaran dalam lingkup rumah tangga.

Ketiga perbuatan pidana tersebut adalah tindak pidana yang berkualifikasi delik biasa. Oleh karena, setiap orang yang melihat, mendengar atau mengalami KDRT dalam konteks ini berhak dan berkewajiban untuk melaporkan kepada kepolisian setempat.

Ketiga, Kepolisian yang mengetahui adanya tindak pidana KDRT sebagaimana dalam kesimpulan kedua di atas, wajib melakukan penegakan hukum demi tegaknya hukum dan keadilan bagi korban.

Saran

Pertama, Pembuat kebijakan harus merevisi narasi ketentuan Pasal 19 dengan memasukan kata ”aduan,” dalam pasal a quo; dan, membenarkan kata mengetahui dalam rumusan a quo.

Kedua, Setiap orang yang melihat, mendengar dan/atau mengalami tindak pidana KDRT sebagaimana tersebut dalam kesimpulan bagian kedua tersebut diatas, segera melaporkan kepada kepolisian setempat.

Ketiga, Kepolisian yang mengetahui adanya tindak pidana KDRT berdasarkan laporan, baik dari korban dan/atau pihak lain atas delik yang tersebut dan /atau memenuhi parameter dalam kesimpulan kedua di atas, wajib untuk ditindaklanjuti demi tegaknya hukum dan keadilan terutama bagi korban KDRT.

Penulis: Markus Lettang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun