Lagi pula, mengetahui tindak pidana selain dapat berdasarkan laporan, juga dapat berdasarkan aduan. Sebagaimana penulis jelaskan dalam bagian pertama di atas bahwa mengenai aduan, pada prinsipnya berkaitan dengan delik yang dirumuskan sebagai delik aduan. Sedangkan mengenai laporan berkaitan dengan delik yang dirumuskan sebagai delik biasa.
Lebih lanjut, berdasarkan doktrin hukum pidana, laporan antonim dengan aduan. Hal mana Laporan dilekatkan pada delik yang dirumuskan sebagai delik biasa, sedangkan aduan dilekatkan pada delik yang dirumuskan sebagai delik aduan.
Kedua, Implikasi yuridis Pasal 19Â a quo bermakna bahwa pengaduan atas delik aduan dalam UU PKDRT tidak menimbulkan kewajiban bagi kepolisian untuk segera menindaklanjuti. Jangankan delik aduan, dalam praktek, bahkan delik biasa pun terkadang penyidik tidak segera menindaklanjuti tanpa alasan yang jelas.Â
Macam Tindak Pidana dan Jenis Tindak Pidana Dalam UU PKDRT
Penelusuran Ketentuan Pidana dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004, penulis mengidentifikasi beberapa perbuatan pidana  dalam lingkup rumah tangga sebagai berikut: Pertama, Perbuatan kekerasan secara fisik (Ps. 44 ayat 1); Kedua, perbuatan kekerasan secara psikis (Ps. 45 ayat 1); Ketiga, Perbuatan menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga (Ps. 49);
Keempat, Perbuatan kekerasan seksual. Perbuatan kekerasan seksual dibagi menjadi 2 (dua) varian yang bestandelnya berbeda secara mendasar, yakni: 1. perbuatan kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya (Ps. 46); 2. Perbuatan memaksa orang yang menetap dalam rumah tangga untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan tertentu (Ps. 47). Jadi, UU PKDRT menentukan 5 (lima) perbuatan sebagai perbuatan pidana secara berdiri sendiri.
Tindak pidana tersebut di atas, terdapat tindak pidana berkualifikasi delik aduan dan tindak pidana berkualifikasi delik biasa. Pertama, Tindak pidana berkualifikasi delik biasa sebagai berikut:
- Perbuatan kekerasan fisik. Dalam konteks ini, dipersyaratkan timbulnya penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.
- Perbuatan kekerasan psikis. Dalam konteks ini pula dipersyaratkan timbulnya penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari.
- Perbuatan memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual.
- Melakukan penelantaran dalam lingkup rumah tangga.
Sedangkan, Tindak pidana KDRT yang berkualifikasi delik aduan adalah:
- Tindak pidana kekerasan fisik dan tindak pidana kekerasan psikis. Dalam konteks ini, sayarat sebagai delik aduan adalah tindakan tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari (dikecualikan jika dilakukan oleh selain suami atau isteri);
- Tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya.
Sampai di sini, Penting diingat! Khusus Perbuatan pidana kekerasan fisik dan psikis di atas, untuk menentukan dalam hal yang bagaimana kah delik aqu berkrakter delik aduan dan delik biasa? Jawabannya tergantung pada akibat yang ditimbulkan sebagaimana uraiaan di atas.
Ketentuan Tentang Pemberatan Pidana
Tindak pidana yang mendapatkan pemberatan pidana adalah tindak pidana, Pertama, tindak pidana kekerasan fisik. Dalam konteks ini, syarat pemberatan pidana adalah korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, korban mati.
Dalam konteks luka berat, oleh karena UU PKDRT tidak mendefinisikan dan/atau menentukan parameter luka berat, maka dalam penerapannya dapat dirujuk kepada Pasal 90 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kedua, tindak pidana kekerasan seksual. Tindak pidana dalam konteks yang kedua ini dibagi lagi menjadi dua, yakni: Tindak pidana Kekerasan seksual terhadap orang dalam lingkup rumah tangga, dan tindak pidana pemaksaan seksual terhadap orang dalam lingkup rumah tangga untuk berhubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan tertentu.