Apa? Aku lumpuh? Tidak! Lelaki yang menanganiku itu pasti salah! Perlahan-lahan mataku dapat terbuka setelah mendengar hal tersebut, dan melihat dua lelaki yang berbeda profesi itu saling bercakap-cakap.
      Namun, saat aku mencoba menggerak-gerakkan tubuhku, terutama pada bagian kaki, kedua kakiku itu tak ikut bergerak sebagaimana mestinya. Aku lalu membuka selimut yang menutupi tubuhku, dan melihat kedua kakiku yang ternyata diperban. Jadi, aku benar-benar lumpuh? Kenapa sedari tadi aku tak menyadari salah satu bagian dari diriku tak berfungsi?
      "Nggak, aku gak mau lumpuh. Dokter pasti salah, kan?" Ucapku pelan, yang membuat perhatian dua lelaki itu tertuju padaku.
      Seketika napasku sesak. Aku tak bisa bernapas dengan baik setelah alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungku kulepas untuk mengatakan kalimat tersebut. Melihat aku yang kesulitan bernapas, dokter kembali memasangkan alat itu ke hidungku.
      "Rena, kamu tenang, ya. Tenang. Ada kakak di sini. Kamu tenang, ya." Kak Reno berkata sambil menggenggam tangan kananku, diiringi napasku yang perlahan-lahan dapat berhembus dengan teratur lagi.
      Aku hanya memandangnya tanpa berkata apapun. Aku sudah cukup tenang dengan ada dirinya di sampingku kini, meski tak tahu bagaimana jadinya hidupku setelah pulang dari rumah sakit dengan keadaan yang seperti ini.
      Mataku yang sedang memandang dirinya tiba-tiba menjadi kabur karena air mata sudah membendung di kelopak mataku. Aku menggigit bibir agar tangisku tak terdengar dan diketahui oleh Kak Reno, walau ia melihat lelahan air mata mengalir di pipiku.
      Kak Reno mendekapku setelah mengetahui air mata ini banyak berjatuhan. Di dalam pelukkannya, aku menumpahkan semua tangis. Sesekali ia menghapus air mata yang ada di pipiku. Aku rindu saat seperti ini bersama dirinya. Tak ada orang lain yang mengacaukan hubungan persaudaraan kami.
      Namun, hangatnya dekapan Kak Reno tak berlangsung lama. Ada sebuah ingatan tentang permasalahanku yang lalu-lalu dengannya muncul di kepalaku, membuat diri ini murka dan langsung melepaskan pelukkannya secara kasar sambil berkata..
      "Lepasin aku, Kak! Ini semua itu karena kakak!"
      "Iya, Rena, ini karena kakak. Kakak minta maaf. Kamu tenang, ya."