Aku mencoba untuk menjelaskan, tapi Kak Reno lagi dan lagi tidak mengindahkanku. Aku kembali mendengus kesal. Gadis centil itu telah berhasil menghancurkan hubungan persaudaraanku dengan Kak Reno.
     Keesokkan harinya di sekolah, Inka datang dengan menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat (kruk). Aku semakin geram melihatnya. Separah itukah kakinya akibat kejadian kemarin? Dasar gadis alay. Kenapa tidak kupatahkan saja kedua kakinya, biar tidak bisa berjalan sekalian? Aarrgghh!
     Selama tiga hari Kak Reno mendinginkan aku. Ia pasti kesal adiknya bersikap tidak baik seperti itu. Ia tidak tahu, bahwa aku melakukan itu benar-benar tidak disengaja, bukan juga ada niat untuk balas dendam karena dia selalu membuatku cemburu. Sakit hatiku Kak Reno begitu, lebih sakit saat melihat ia lebih perhatian kepada teman-teman perempuanku.
     Tapi kini, hubunganku dengan Kak Reno sudah membaik. Aku memutuskan untuk meminta maaf padanya dan pada Inka yang sudah kucelakai. Ternyata tidak enak bila marahan dengan saudara sendiri, apalagi ia yang berusia lebih dewasa.
      "Kak, aku mengakui bahwa ini memang salah aku. Seharusnya aku lebih memperhatikan sekeliling lagi agar gak mencelakai siapapun. Aku minta maaf, Kak. Kakak jangan marah sama aku lagi, ya?"
     "Iya, Rena. Kakak juga minta maaf, ya? Kemarin kakak udah marah-marah sama kamu. Seharusnya juga kakak mendengarkan penjelasan kamu dulu. Lain kali jangan bertengkar dengan teman-teman kamu, ya?"
     "Iya, Kak. Aku janji ini gak akan terulang lagi. Makasih, Kak."
     "Iya, sama-sama,  Rena."
                                                               ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI