Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Lagu untuk Arga

27 Februari 2023   21:17 Diperbarui: 16 Maret 2024   14:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Krrriiinnnggg..


Suara bel panjang yang menandakan jam masuk sudah nyaring terdengar, juga membuatku harus terpaksa menyudahi alam mimpi yang baru beberapa saat saja kudatangi. Berat sekali ku mengangkat kepala yang sedang terbenam di atas meja dengan beralaskan tas, karena mataku masih ingin terus terpejam untuk melanjutkan alam mimpi itu. Tapi, sentuhan tangan seseorang yang menyentuh bahuku dengan lembut mengharuskanku membuka mata dan mengangkat kepala ini.

"Sepertinya kamu mengantuk sekali? Memangnya tidur jam berapa semalam?" Bibir merahnya yang tipis bergerak pelan saat mengatakan itu agar aku bisa mengetahui apa yang dia ucapkan karena aku tidak bisa mendengar suaranya.
Sejak lahir aku Tuli. Aku tidak bisa mendengar suara orang-orang yang kusayangi dan yang menyayangiku yang ada di sekelilingku, terutama suara ayah dan ibuku. Sebenarnya aku bisa mendengar jika memakai alat bantu dengar, dan dengan cara membaca gerak bibir seseorang seperti itulah aku bisa mengetahui apa yang orang lain katakan padaku.

"Semalam aku tidak bisa tidur. Aku mencoba mengerjakan PR Matematika dengan sendiri, namun tidak bisa. Aku kesulitan." Aku menjawab melalui tulisan yang kutulis di buku catatan yang biasa kugunakan untuk menjawab setiap ucapan orang lain padaku karena aku juga tidak bisa berbicara sepertinya dan yang lain. Aku sulit berbicara, membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menjelaskannya.


"Kenapa tidak mengatakannya padaku? Aku pasti akan membantumu," Ia berkata sambil menduduki kursi yang ada di samping kiriku yang merupakan tempat duduknya.
"Aku tidak mau terus menerus meminta bantuanmu, kamu sudah terlalu banyak membantuku." Aku kembali menjawab dengan menuliskannya di buku catatan.
"Kamu ini bicara apa sih? Kita berteman, aku pasti membantumu karena teman, kan, saling membantu, bukan?" untuk yang kesekian kalinya ia berkata demikian. Ya, ia selalu mengatakan itu setiap kali aku merasa tidak enak jika dibantu olehnya.

Semenjak kehadirannya sebulan yang lalu di kelas ini, dia yang selalu membantuku di saat aku mengalami kesulitan dalam belajar. Aku bersekolah di sekolah ragular, bukan di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus sepertiku karena sekolah yang kutempati ini sekolah inklusi.

Sekolah inklusi itu adalah sekolah yang menggabungkan layanan pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan, di mana siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan khusus sesuai dengan potensinya masing-masing dan yang siswa regular mendapatkan layanan khusus untuk mengembangkan potensi mereka. Sehingga, baik siswa yang berkebutuhan khusus ataupun siswa regular dapat bersama-sama mengembangkan potensi masing-masing dan mampu hidup eksis dan harmonis di dalam masyarakat.


Di kelas, hanya aku sendiri yang merupakan siswa Tuli. Dengan keadaanku yang seperti itu aku hanya bisa menyendiri di setiap harinya karena aku tidak bisa bergabung dengan yang lain untuk sekedar mengobrol dan bercanda. Aku tidak bisa mendengar mereka, mereka pun tidak mengerti dengan caraku yang menyampaikan kata-kata melalui isyarat. Tapi, itu dulu. Di semester dua di kelas sepuluh kini ada dia yang selalu mengajak dan yang mau kuajak untuk mengobrol. Bagiku, dia bagaikan bulan yang menerangi gelapnya malam dan bagaikan burung yang selalu bernyanyi di pagi hari untuk meramaikan dunia ini.

"Lain kali kalau kamu kesulitan mengerjakan PR katakan padaku, aku siap membantumu. Jika seperti ini jadinya kamu menyiksa diri sendiri. Lihat, tuh, kantung matamu menghitam!" Ia menunjuk ke arah kantung mataku yang tanpa kusadari menghitam karena kurang tidur semalam. Aku hanya menganggukan kepala menjawabnya sambil memberikan seulas senyum untuknya.

Indah, begitulah namanya. Nama yang cantik untuk seorang gadis cantik juga baik hati sepertinya. Selain itu, ia juga pintar. Ia selalu membantu yang lain, seperti halnya membantuku ketika mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh para guru. Dengan sabar ia menuntun kami belajar tanpa pernah merasa capek dan hal lainnya. Gigi gingsulnya yang putih menambah manis senyum di bibirnya. Rambut panjangnya yang berwarna hitam berkilau selalu terurai dengan pita merah muda di sisi kiri rambutnya. Ia merupakan perempuan tercantik dan terbaik yang kutemui selain ibu.

Selain mengobrol di sekolah yang membuat hubungan kami semakin dekat, aku dan Indah juga selalu mengobrol melalui pesan singkat ketika di rumah saat malam hari atau saat-saat kami berdua mempunyai waktu untuk itu. Seperti halnya dengan malam ini. Ia memberitahuku untuk menonton di bagian paling depan saat ia tampil bernyanyi di acara ulang tahun sekolah esok hari.
"Aku pasti menontonmu di bagian paling depan, bahkan aku yang lebih dulu menduduki kursi penonton." dengan sedikit berlebihan aku menjawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun