Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Lagu untuk Arga

27 Februari 2023   21:17 Diperbarui: 16 Maret 2024   14:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Kemudian, kedua jemari tangannya mulai membentuk huruf 'A R G A'. Lalu, ia mulai kembali mengatakan sesuatu melalui bahasa isyarat dengan memegang dadanya yang berarti 'aku', membentuk kedua tangannya seperti huruf X atau menyilang kemudian ditempelkan di dadanya yang berarti 'cinta' dan menunjuk ke arahku yang berarti 'kamu'.


Mataku terbelalak dan mulutku menganga karena terkesiap mengetahui apa yang ia katakan yang membuatku terpaku. 'Aku cinta kamu, Arga, aku cinta kamu!' Indah kembali mengatakan itu sampai berulang kali hingga matanya yang indah itu berkaca-kaca. Semakin lama semakin banyak air mata yang membendung di kelopak matanya yang sedetik kemudian tumpah karena tidak bisa tertahan lagi.

Aku berjalan menghampirinya yang tanpa kusadari ia juga bersegera berjalan menghampiriku. Ketika kami sudah saling berhadapan, aku memeluk tubuhnya yang mungil itu dengan erat yang tingginya hanya sedadaku, ia membalas pelukkanku dengan erat pula.

"A-ku ju-ga cin-ta ka-ka-mu, Indah!" untuk yang pertama kalinya aku berkata langsung dengan menggunakan mulut tanpa dengan bahasa isyarat walau sedikit terbata-bata. Mendengarku berkata begitu tangisnya semakin menjadi-jadi. Ia menumpahkan tangisnya di dalam pelukanku.

"Jangan menangis, Indah!" Aku berkata sambil menghapus air matanya setelah kumelepas pelukannya.


"Maaf, aku tidak langsung mengatakan ini padamu. Sebenarnya, aku merasakan hal yang sama sepertimu. Tapi, aku terlalu takut kamu tidak akan merasakan hal yang sama sepertiku karena keadaanku ini." tambahku yang kembali menggunakan bahasa isyarat.


"Kamu salah. Aku merasakan hal itu saat pertama kali aku melangkahkan kaki menuju kursi yang ada di sampingmu yang akan menjadi tempat dudukku di kelas yang baru. Kamu bisa melihat, kan, bagaimana sikap aku ke kamu? Bagaimana aku melihat kamu? Apa aku pernah menyinggung tentang keadaanmu? Tidak, kan?!" Indah juga menggunakan bahasa isyarat untuk menjawab.

"Jujur, aku memang sempat terkejut saat berkenalan denganmu lalu mengetahui keadaanmu. Kamu yang terlihat sempurna, ternyata memiliki kekurangan juga. Tapi aku tidak mempedulikan itu, karena cinta tidak seperti itu. Cinta adalah perasaan seseorang yang menyanyangi seseorang yang dicintainya dengan tulus tanpa memandang kelebihan dan kekurangannya dia." tambahnya.


"Tapi kamu terlalu sempurna, Indah. Kamu bisa mendapat laki-laki yang lebih sempurna dariku."


"Apa yang sempurna harus berpasangan dengan yang sempurna juga? Tidak, kan, Ga?! Aku tidak sesempurna yang kamu bayangkan, aku juga memiliki kekurangan sama sepertimu. Kekuranganku memang tidak dari segi fisik, tapi aku mempunyai kekurangan karena manusia terlahir tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kekurangan juga kelebihan. Kekurangan dan kelebihan itu ada agar manusia bisa saling membantu dan melengkapi. Aku mencintaimu bukan karena dari kesempurnaan dirimu, tapi karena hatimu!" Indah menepuk dadaku dengan lembut.


"Kamu tahu lagu yang kubawakan tadi itu untuk siapa? Itu untuk kamu, Ga, untuk kamu. Aku belajar dengan keras bahasa isyarat dari awal aku mengetahui bagaimana cara berkomunikasimu agar aku bisa mengobrol denganmu dan mengetahui apa yang kamu ucapkan. Aku tidak mau kamu lelah jika terus menerus menjawab ucapanku dengan tulisan dan membaca gerak bibirku untuk mengetahui apa yang kukatakan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun