Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Lagu untuk Arga

27 Februari 2023   21:17 Diperbarui: 16 Maret 2024   14:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seminggu yang lalu, di mading terdapat informasi mengenai ulang tahun sekolah. Di sana tertulis bahwa sekolah akan merayakannya dengan mengadakan pentas seni atau pensi. Setiap kelas diwajibkan beberapa muridnya untuk unjuk gigi berpartisipasi dalam acara itu, dan salah satunya adalah Indah, bahkan ia sendiri yang mengajukan diri untuk itu.

Dan sekarang, saat ini, tepat pukul sepuluh pagi Indah sudah berdiri di tengah-tengah panggung yang tidak terlalu megah yang berada di lapangan sekolah. Ia terlihat sangat cantik dan anggun dengan pakaian yang ia kenakan. Tak lupa ia memakai pita merah muda yang biasa terpasang di sisi kiri rambutnya yang juga menambah cantik penampilannya.

Beberapa saat kemudian Indah mulai membuka mulut. Meski aku tidak bisa mendengar suaranya, bisa melihat dirinya saja itu sudah lebih dari cukup. Aku tidak tahu ia menyanyikan lagu apa, tapi aku tercengang ketika ia membawakan lagu itu sambil dengan menggunakan bahasa isyarat. Sejak kapan ia bisa bahasa isyarat? Jadi, ini maksudnya ingin tampil berbeda dari yang lain?

"Oh Tuhan..
Kucinta dia, kusayang dia
Rindu dia, inginkan dia
Utuhkanlah rasa cinta di hatiku
Hanya padanya, untuk dia."

'Anji-Dia'


Begitulah yang kuketahui dari lagu yang ia bawakan yang menggunakan bahasa isyarat. Sesekali ia melihat ke arahku yang sedang tercengang, tak percaya bahwa ia bisa berbahasa isyarat, bahasa yang kugunakan ini, bahasa yang memudahkanku untuk berkomunikasi dengan yang lain.

Indah mendapat banyak tepuk tangan setelah ia selesai tampil dari para penonton yang merupakan warga sekolah, begitu juga denganku. Kali ini aku mengganti tepuk tanganku yang biasanya menggunakan bahasa isyarat dengan mengibas-ngibaskan kedua tangan di depan telingan menjadi tepuk tangan biasa seperti yang lain.

"Sejak kapan kamu bisa bahasa isyarat?" Aku bertanya dengan menggunakan bahasa isyarat saat kami beristirahat di kantin sekolah seusai pensi tanpa perlu lagi melalui tulisan.
"Sejak aku mengenalmu." Indah menjawab sambil kedua tangannya bergerak-gerak mengisyaratkan apa yang diucapkan olehnya.
Aku masih tak percaya ia bisa berbahasa isyarat. Tapi, aku tidak bisa memungkirinya bahwa ia benar-benar bisa bahasa isyarat.

Kemudian, kami menyantap makanan yang sudah tersedia di atas meja sambil sesekali mengobrol-ngobrol yang membuat kami lupa waktu hingga hari mulai gelap. Kami pulang dengan berjalan kaki karena jarak antara rumah dan sekolah kami tidak terlalu jauh. Ketika mengeluari gerbang sekolah kami berpapasan dengan yang lain yang juga ingin pulang ke rumahnya masing-masing. Kami kembali mengobrol-ngobrol saat di pertengahan jalan menuju rumah. Karena terlalu asyiknya mengobrol, lagi dan lagi kami tak sadar bahwa sudah tiba di rumah. Aku mengantarkan Indah terlebih dahulu pulang ke rumahnya, setelah itu barulah aku pulang ke rumah.

Ponselku yang sedang berada di saku celana tiba-tiba bergetar ketika baru beberapa langkah saja meninggalkan rumah Indah. Aku menghentikan jalanku sejenak untuk mengeluarkan dan melihat ponselku. Satu pesan masuk yang ternyata itu darinya.

"Arga, berbalik badanlah!" begitulah isi pesannya. Aku langsung membalikan badan seperti perintahnya itu. Terlihat ia masih berdiri di tempatnya tadi sambil bibirnya mengukir senyum kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun