Mohon tunggu...
Siti Mariyam
Siti Mariyam Mohon Tunggu... Lainnya - (Pe)nulis

Siti Mariyam adalah gadis yang lahir di planet bumi pada tahun 1999 silam. Gadis yang lahir dan tinggal di Tangerang Selatan ini mulai tertarik dunia kepenulisan sejak akhir masa SMP. Dari mulai hobi menulis diary hingga membaca cerpen-cerpen di internet juga novel. Ia selalu mencatat setiap kata baru yang ditemuinya saat menonton film dan membaca untuk menambah kosa kata dalam menulis ceritanya nanti. Dari semua itu, telah lahir beberapa cerita yang bisa kamu nikmati di halaman Kompasiana pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

I Love You My Brother (Part 6)

1 Desember 2022   07:43 Diperbarui: 28 Februari 2024   10:07 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Sebulan pasca ujian nasioanl, pengumuman kelulusan kakak pun tiba. Ia mengajakku untuk ikut bersama ibu menghadiri acara pengumuman kelulusannya di sekolah, karena ia tahu aku pasti merindukan sekolah. Aku sempat terkejut mendengarnya. Kenapa ia mengajakku ke sana dengan keadaanku yang tidak bisa melihat ini?

          Aku memilih menolak ajakannya itu. Jelas saja, kalau keadaanku tidak seperti ini, aku pasti akan datang, tapi kenyataannya malah sebaliknya. Bagaimana aku bisa melihat wajah bahagianya di saat mengetahui dia lulus nanti kalau aku saja tidak bisa melihat? Pasti aku juga hanya bisa membuat ibu dan dirinya repot karena harus menuntunku berjalan.

          "Kamu benar gak mau ikut sama kakak dan ibu ke sekolah?" Kakak kembali bertanya padaku sebelum berangkat ke tempatnya menuntut ilmu.

          "Enggak, Kak. Aku di rumah aja. Semoga kakak lulus dengan nilai yang terbaik, ya. Aku tunggu kabar bahagia dari kakak." Aku menjawab sambil memegang erat tangannya.

           "Iya, Dek. Kamu hati-hati, ya, di rumah. Doakan dan tunggu kakak pulang, ya."

          "Iya, Kak. Kakak sama ibu juga hati-hati, ya."

          Kakak dan ibu kemudian berangkat ke sekolah. Aku pun jadi sendirian di rumah. Tapi walaupun sendiri ibu sudah menyiapkanku makan, dan ibu juga mengganti gelas beling menjadi gelas plastik agar tidak pecah ketika jatuh ke lantai.

         Selagi menunggu ibu dan kakak pulang dari sekolah, aku memilih tidur karena merasa bosan dan tidak ada yang mengajak mengobrol. Aku tidak tahu berapa lama tertidur, aku terbangun saat ibu membangunkan di malam hari.

Ternyata sudah berjam-jam aku tidur. Ibu memberi kabar bahagia, yaitu tentang kelulusan kakak. Ternyata kakak lulus dengan nilai yang terbaik. Aku sangat senang mendengarnya, akhirnya kakak bisa lulus dengan nilai yang terbaik.

          Selain kabar bahagianya Kakak, ibu juga memberi kabar bahagia untukku. Ada pendonor mata untukku, itu artinya aku akan bisa melihat lagi, melihat ayah, ibu dan kakak. Ibu tidak memberitahu siapa yang mendonorkan matanya untukku, yang jelas besok pagi aku akan dioperasi. Aku tidak lupa memberitahu kabar bahagia ini pada kakak, ia pasti senang mendengar kabar yang aku berikan ini.

           Aku ke luar kamar untuk menuju kamar kakak. Kamarnya tidak jauh dari kamarku, hanya beberapa langkah saja. Ia pernah bilang, kalau mau ke kamarnya cukup berjalan sambil berpegangan dinding saja, tidak seperti saat aku ke dapur, ke meja makan, atau keluar rumah.

          Ketika sampai aku langsung mengetuk pintunya, namun sudah tiga kali ketukan akak tidak juga membukakan pintu, dan panggilanku pun tidak dijawab olehnya. Aku mencoba membuka pintu kamarnya, tapi tidak bisa, pintunya terkunci. Kakak ke mana? Apa ia sudah tertidur karena capek habis pulang dari sekolah? Mungkin sepertinya begitu. Tapi kenapa harus dikunci pintunya? Apa ia tidak mau diganggu tidurnya olehku? Aku pun kembali lagi ke kamar, masih ada hari esok untuk memberitahu ini ke kakak.

          Pagi pun tiba, selesai mandi ibu menyisiri rambutku dan merapikan penampilanku. Sebelum berangkat ke rumah sakit untuk dioperasi, aku sarapan terlebih dahulu. Pagi ini kakak tidak ikut sarapan bersamaku.

          Ibu bilang kakak sakit, jadi ia butuh istirahat. Pantas saja semalam pintunya dikunci, biar aku tidak mengganggunya. Padahal aku ingin kakak ada di sampingku saat aku bisa melihat lagi nanti. Tapi tak apalah, aku tidak boleh egois, keadaan kakak bisa tambah buruk kalau aku memaksakannya untuk menemaniku.

          Lagi pula aku masih tetap bisa melihatnya di rumah setelah pulang dari rumah sakit. Aku berangkat ke rumah sakit bersama ibu, sedangkan ayah menemani kakak di rumah. Hari ini ayah tidak bekerja.

          "Bu, kakak sakit apa?"

          "Kakak kecapekan, sayang. Kakak cuma butuh istirahat aja biar pulih,"

          "Tapi kakak benar cuma kecapekan aja, kan, Bu?"

          "Iya, sayang. Udah, ya, kamu gak usah khawatirin kakak,"

          "Aku gak mau kakak kenapa-kenapa,"

          "Kakak baik-baik aja, kok,"

Tidak tahu mengapa, aku terus memikirkan kakak saat kami berjalan menuju ke rumah sakit.

Berlanjut...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun