Dalam setiap kasus ini, kritik yang muncul serupa: apakah MK melangkahi batas wewenangnya sebagai penguji undang-undang?
Menggugat Peran MK
Peran MK sebagai pengawal konstitusi memang penting, tetapi dalam konteks demokrasi, batasan kewenangan lembaga negara harus jelas. Para ahli hukum mulai mempertanyakan apakah MK telah berubah menjadi pseudo-legislatif dengan berbagai putusannya yang mengubah kebijakan hukum.
Beberapa pakar hukum menyarankan agar UU Mahkamah Konstitusi direvisi untuk mempertegas batasan wewenang MK. Jika dibiarkan, putusan-putusan yang kontroversial ini dapat merusak keseimbangan hubungan antar lembaga negara dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Pentingnya Keseimbangan Demokrasi
MK memegang peran vital sebagai penjaga demokrasi dan pelindung konstitusi. Namun, perannya harus tetap berada dalam koridor yang jelas: menguji undang-undang, bukan menciptakan kebijakan. Dalam sistem trias politika, fungsi legislatif sepenuhnya berada di tangan DPR dan Presiden. Jika MK terlalu sering melampaui batas, hal ini dapat melemahkan legitimasi institusi itu sendiri dan merusak kepercayaan publik.
Masyarakat perlu terus mengawasi putusan MK dan mendesak pemerintah serta DPR untuk mengevaluasi UU yang mengatur MK. Pada akhirnya, demokrasi yang sehat membutuhkan lembaga-lembaga negara yang saling menghormati batas wewenangnya demi keadilan dan kepastian hukum.
Keputusan MK membatalkan presidential threshold adalah pengingat bahwa kebijakan hukum tidak hanya soal isi, tetapi juga proses. Apakah MK menguji atau membuat undang-undang? Jawabannya akan menentukan arah demokrasi Indonesia di masa depan.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H